Blog tentang internet dan Blogging Tips

Monday 26 September 2011

Valve Jumping dan Valve Bouncing

Catatan piper comex kali ini akan membahas technical terminology mechanic mengenai valve jumping dan valve bouncing. Ada dua fenomena yang bisa terjadi pada mekanisme valve didalam cylinder head engine. Yaitu valve jumping dan valve bouncing. Apa perbedaan dari kedua fenomena tersebut dan kenapa hal itu bisa terjadi ?

"Valve jumping" (valve meloncat/ melompat) adalah fenomena dimana valve meninggalkan cam/ rocker arm nya, sedangkan "valve bouncing" (valve memantul) adalah fenomena dimana valve meninggalkan dudukannya (seat valve).

Vale jumping terjadi pada saat cam / rocker arm menekan valve dengan kecepatan tinggi sehingga valve "meloncat" meninggalkan cam atau rocker arm nya akibat gaya inertia sehingga valve seolah olah mengambang mendahului pergerakan cam atau rocker arm.

Valve bouncing terjadi saat valve menutup dengan cepat saat kembali duduk pada seat nya terjadi "tumbukan", apabila gaya tumbukan nya besar dapat menyebabkan "pantulan" terhadap seat nya. Tumbukan antara valve dan seat nya menimbulkan "noise", terutama dalam keadaan dimana terjadi pantulan yang besar.

Fenomena tersebut diatas tidak hanya disebabkab oleh frekuensi pribadi dari sistem valve tersebut saja, tetapi fenomena tersebut dipengaruhi juga oleh:
  • Kecepatan putar dari cam shaft (rpm engine)
  • Gaya pantulan dari valve (tension spring)
  • Frekuensi dari spring valve (resonansi getaran)
  • Bentuk dan tinggi angkat dari kontur cam lobe.
Kecepatan putaran engine yang berlebihan (over running) dapat memperparah efek dari fenomena tersebut. Kemudian kekuatan gaya regang dari spring yang rendah juga bisa membuat efek fenomena tersebut menjadi lebih besar (kelainan suara / noise), apabila kekuatan spring dibuat terlalu besar memang dapat membuat efek fenomena tersebut berkurang, tetapi dampaknya adalah keausan antara cam/ rocker arm terhadap valve akan semakin besar juga karena gaya geseknya yang semakin keras.

Sehingga dalam penentuan bentuk kontur cam, dan kekuatan spring sangat mempengaruhi efek dari fenomena valve jumping dan valve bouncing tersebut selain itu harus dijaga juga agar rpm engine tidak berlebihan (over running).

Demikian catatan piper comex mengenai valve jumping dan valve bouncing, semoga mekanik tidak bingung lagi membedakan mana yang valve jumping dan mana yang valve bouncing. Kalau masih bingung silahkan tuangkan pertanyaan pada kolom komentar.
Terima kasih sudah mau berkunjung.

Thursday 22 September 2011

Terminology Pada Measuring

Technical terminology mechanic yang berhubungan dengan istilah istilah pada measuring memang cukup banyak, berikut adalah diantaranya:
  1. STANDARD SIZE: Ukuran akhir dari suatu component yang masih baru atau yang sudah direpair.
  2. REPAIR LIMIT: Batasan ukuran dari suatu component yang dipergunakan karena mengalami perubahan ukuran (aus). Apabila suatu component berubah karena aus sampai ukuran repair limit, maka component tersebut harus di repair atau diganti.
  3. TOLERANCE: Perbedaan ukuran yang diijinkan dari ukuran yang direncanakan, tolerance ditunjukkan dengan (“+” dan “+”) atau (“+” dan “-“) atau pun (“+” dan “0”)
    Contoh : 120 ± 0,022 – 0,126
    Ukuran yang direncanakan = 120 mm
    Tolerance tertinggi = + 0,022 mm
    Tolerance terendah = - 0,126 mm
  4. STANDARD CLEARANCE: Celah bebas yang diijinkan antara dua component yang masih baru atau yang telah direpair, karena setiap component mempunyai toleransi maka standard clearance juga ada nilai maksimum dan minimumnya.
    Hole 60 ± 0,046 ~ 0 Shaft 60 – 0,030 ~ - 0,076
    Maks clearancenya = Tol. Hole Mak – Tol. Shaft Mak
    = 0,046 – (-0,076)
    = 0,122 mm
    Min clearance = Tol. Hole Min – Tol Shaft Mak
    = 0 – (-0,030)
    = 0,030 mm
  5. CLEARANCE LIMIT: Batasan clearance dari suatu component yang dipergunakan karena mengalami perubahan ukuran (aus). Apabila suatu component berubah karena aus sampai ukuran clearance limit, maka component tersebut harus di repair atau diganti.
  6. PERMISSIBLE VALUA: Nilai ukuran yang masih diijinkan, nilai ini berada diantara batas akhir toleransi dan limit.
  7. FREE LENGTH OF SPRING: Panjang bebas dari spring yang sudah diambil / lepas dari dudukkannya.
  8. INSTALLATION LENGTH OF SPRING: Panjang dari suatu spring setelah dilakukan pemasangan pada dudukkannya.
  9. INSTALLATION LOAD OF SPRING: Panjang akhir dari suatu spring dalam kondisi terpasang pada dudukkannya kemudian diberi beban, beban yang diberikan sesuai standard.
  10. PRE LOAD: Beban awal yang digunakan untuk memutarkan suatu component yang dilengkapi dengan cone bearing (Beban awal axial yang sengaja diberikan pada saat pemasangan Tapper Roller Bearing dengan tujuan untuk mendapatkan Bearing Clearnce).
  11. ROTATING TORQUE: Pergerakkan awal axle yang sengaja diberikan pada saat pemasangan Tapper Roller Bearing dengan tujuan untuk mendapatkan Bearing Clearance, dengan perlakuan jarak 1 meter dari titik pusat putaran dengan satuan Kg.m, dimana component tersebut sampai berputar. Untuk pengukuran Pre Load dengan Pinion terpasang.
  12. BACKLASH: Jarak bebas/clearance antara roda gigi yang bersinggungan dan berpasangan.
  13. ENDPLAY: Gerak bebas suatu shaft searah dengan sumbunya (axial play).
  14. BENDING: Kebengkokkan (curvature) suatu shaft terhadap sumbunya.
  15. DISC WARP: Kerusakkan pada disc (melengkung membentuk angka 8) pada sisi bagian diameter luar.
  16. DISH OF DISC: Melengkung nya disc (seperti piring) pada posisi bagian dalam.
  17. DIS-COLORATION: Perubahan warna yang terjadi pada suatu component yang disebabkan oleh panas yang diakibatkan oleh dua komponen yang bergesekkan secara berlebihan atau kurangnya pelumasan.
  18. PITTING: Cacat yang terjadi karena proses corrosive atau karat, biasanya terjadi pada outer cylinder liner atau Rod Cylinder Hydraulic.
  19. SCRACTH: Cacat yang terjadi pada komponen karena tergesek oleh benda asing atau adanya bagian yang terkelupas.
  20. CHIPPING: Cacat pada komponen yang dikarenakan oleh terjadinya gompel / cuil di salah satu bagiannya.
  21. CRACK: Keretakkan yang terjadi pada komponen yang bisa disebabkan karena getaran atau benturan.
  22. TWIST: Puntiran yang terjadi pada komponen sehingga sumbunya tidak sejajar lagi.
  23. PRESS FIT: Suaian sesak dari suatu komponen yang berpasangan, pemasangan nya dilakukan dengan paksaan (Pressing Machine).
  24. SHRINGKING FIT: Suaian sesak dari pasangan komponen (Shaft & Shaft Hole) yang dilakukan dengan proses penyusutan / pemuaian.

Demikian beberapa istilah istilah atau technical terminology mechanic yang berhubungan dengan proses measuring, masih banyak istilah istilah lainnya. Pada kesempatan berikutnya akan piper comex tambahkan. Terima kasih.

Wednesday 21 September 2011

Technical Terminology Transmission

  1. Modulating time: Waktu yang diperlukan untuk proses engage yang berlangsung secara bertahap pada transmisi clutch pack untuk menghindari terjadinya kejutan-kejutan pada saat shifting (perpindahan gigi transmisi).
  2. Build-up time: Waktu yang diperlukan untuk kenaikan oil pressure secara bertahap pada transmission pack
  3. Filling time: Waktu yang diperlukan untuk pengisian oil pada transmission pack.
  4. Initial pressure: Adalah tekanan awal yang terbentuk didalam clutch pada saat disc dan plate mulai engage.
  5. Modulating valve: Valve yang berfungsi untuk menaikkan tekanan oil di dalam transmission Clutch Pack secara bertahap.
  6. Modulating relief valve: Valve yang mengatur dan membatasi maksimum oil pressure yang akan digunakan pada transmission pack. Bersama-sama dengan gerak quick return valve memodulasi tekanan sehingga dapat mengurangi kejutan pada transmission pack. Mengatur (waktu) oil flow yang menuju ke torque converter.
  7. Quick return valve: Valve yang berfungsi mengatur gerak sleeve dari modulating valve sehingga dapat terjadi cepat dalam disengage dan lambat dalam engage setiap Transmission Clutch.
  8. Reducing valve: Valve yang yang berfungsi untuk menurunkan tekanan oil yang akan masuk ke Rotary Clutch.
  9. Rotary clutch: Valve yang berfungsi untuk menghubungkan input Shaft dan output Shaft yang akan memutar System Rotary Clutch.
  10. ECMV (Electronic Control Modulating Valve): Adalah modulating valve yang bekerja secara otomatis dan dikendalikan oleh controller berdasarkan input rpm engine, rpm turbin dan tekanan oli.
  11. Relief valve: Valve yang berfungsi untuk membatasi tekanan oli maksimum yang akan masuk ke torque converter.
  12. Regulator valve: Valve yang berfungsi untuk mengatur dan membatasi tekanan oli didalam torque converter.
  13. Safety valve: Valve yang berfungsi sebagai pengaman agar unit tidak dapat bergerak (maju atau mundur) pada saat engine dihidupkan dan transmisi masuk ke dalam salah satu speed. Jadi unit baru akan bergerak apabila Transmission Lever dinetralkan terlebih dahulu.
  14. Transmission lubricating valve: Valve yang berfungsi untuk membatasi tekanan maksimum pada Power Train Lubrication Circuit.
  15. Directional valve: Valve yang berfungsi untuk mengarahkan aliran oil ke Directional Clutch (forward / reverse) dan Drain.
  16. Speed valve: Valve yang berfungsi untuk mengatur arah aliran oli, ke setiap Speed Clutch dan Drain.
  17. Priority valve: Valve yang berfungsi untuk memprioritaskan oil masuk ke Pilot Circuit dengan tujuan untuk mengurangi Time Log.
  18. Transmission cut-of valve: Valve yang berfungsi untuk menetralkan / meng-engage-kan Transmission Clutch Pack. Transmission Cut Of posisi “ON”, maka transmisi bisa netral apabila Left Brake dipijak (diaktifkan) dan Transmisi Cut Of posisi “OFF” , maka transmisi akan engage dan Left Brake berfungsi sebagai Service Brake.
  19. Inching valve: Valve yang berfungsi untuk menetralkan Transmisi dengan cara memutuskan aliran Oil ke Directional Valve.
  20. Accumulator valve: Valve yang berfungsi sebagai pengaman pada saat Speed II akan dipindahkan ke Speed I. Dengan tujuan agar pada saat unit sedang menanjak dan tidak mampu dengan Speed II, maka Speed akan dipindahkan ke Speed I. Pada saat itu Speed II belum Full Disengage dan Speed I sudah engage, dengan tujuan agar unit tidak mundur dulu pada saat perpindahan Speed.
  21. Ball check valve: Valve yang berfungsi untuk mempercepat proses drain pada Rotary Clutch agar dis engage dapat berlangsung dengan smooth dan cepat.
  22. Emergency manual valve: Valve yang berfungsi untuk mengoperasikan Transmisi secara manual.
  23. Lock up clutch: Valve yang berfungsi untuk membuat Power Train berfungsi sebagai Direct Drive Transmission, dengan cara meng-engage-kan Turbin dengan Impeler sehingga effisiensi menjadi 100 %.
  24. Stator clutch: Adalah stator yang dilengkapi dengan Clutch Pack yang bertujuan untuk membuat Torque Converter menjadi single phase (fix stator). Clutch ini berhubungan antara Housing Torque Converter dengan Stator.

Tuesday 20 September 2011

Performance Torque Converter

Performance (kemampuan) torque converter dipengaruhi oleh tipe dari torque converter nya. Berikut beberapa tipe torque converter:
1. Single phase
Pada torque converter tipe single phase ini, apabila speed ratio naik mendekati 1 (satu) torque turbin akan turun mendadak, semakin tinggi speed ratio semakin tinggi pula effisiensi torque converter dan akan mencapai maksimum pada speed ratio = 0,7 (contoh).

Single phase torque converter menggunakan sebuah stator yang dipasang fixed terhadap shaft. Ada empat kemungkinan oil flow dan speed ratio pada tipe single phase, yaitu:
  • Kemungkinan I.
Speed ratio = 0 ----> T.t = T.p + T.s (dimana T.s = maksimal), arah aliran oli: dari pump ---> turbin (diam karena stall) ---> stator (diam/oli kearah sudu bagian dalam).
  • Kemungkinan II.
Speed ratio lebih besar dari 0, tetapi lebih kecil atau sama dengan 0,5 ---> T.t = T.p + T.s (dimana T.s < maksimal) ---> arah aliran oli: dari pump ---> turbin (berputar) ---> stator (diam/ oli kearah sudu bagian dalam).
  • Kemungkinan III.
Speed ratio lebih besar dari 0,8, tetapi lebih kecil atau sama dengan 1 ---> pada keadaan ini T.s = (-) minus karena oli mengarah ke sudu bagian luar, sehingga T.t = T.p - T.s ---> arah aliran oli: dari pump ---> turbin (berputar) ---> stator (diam/ oli kearah sudu bagian luar).
  • Kemungkinan IV.
Speed ratio lebih besar dari 0,5, tetapi lebih kecil atau sama dengan 0,8 ---> T.t = T.p + T.s, dimanan T.s = 0 (nol) sehingga T.t = T.p ---> arah aliran oli: dari pump ---> turbin (berputar) ---> stator (diam/ tetapi oli tidak membentur sudu).

2. Double phase
Pada torque converter tipe double phase, antara stator dan shaft nya dipasang freewheel sehingga stator dapat berputar satu arah.
Effisiensi yang mulai turun saat oli membentur sudu stator bagian luar , akan kembali naik saat stator mulai ikut berputar sehingga oli akan mengarah kembali menuju pump.
Ada tiga kemungkinan oil flow dan speed ratio pada tipe single phase, yaitu:
  • Kemungkinan I.
Speed ratio lebih besar dari 0, tetapi lebih kecil atau sama dengan 0,5 ---> T.t = T.p + T.s (dimana T.s < maksimal) ---> arah aliran oli: dari pump ---> turbin (berputar atau diam) ---> stator (diam/ oli kearah sudu bagian dalam).
  • Kemungkinan II.
Speed ratio lebih besar dari 0,6, tetapi lebih kecil atau sama dengan 0,8 ---> pada keadaan ini T.t = T.p + 0, ---> arah aliran oli: dari pump ---> turbin (berputar) ---> stator (belum/ akan berputar masih dapat mengarahkan oli kembali ke pump).
  • Kemungkinan III.
Speed ratio lebih besar dari 0,8 ---> T.t = T.p - T.s, dimanan T.s = 0 (nol) sehingga T.t = T.p ---> arah aliran oli: dari pump ---> turbin (berputar) ---> stator (berputar sehingga tidak mengganggu arah oli kembali ke pump)

3. Triple phase
Pada torque converter tipe three phase, terdapat dua stator yang masing - masing dilengkapi dengan free wheel. Pada permulaan effisiensi mulai menurun, stator satu ( S1 ) akan berputar menghindari turunnya effisiensi.
Kemudian speed ratio dapat lebih tinggi yang selanjutnya effisiensi akan menurun lagi, tetapi stator dua ( S2 ) mulai berputar menyebabkan torque turbin tidak turun dan naiklah effisiensi yang kedua kalinya.

4. Torque converter dengan Lock up cluth
Cara lain untuk menaikkan effisiensi torque converter, dapat digunakan susunan clutch yang terletak antara pump dan turbin. Torque converter berfungsi sebagaimana mestinya, hanya pada speed tertentu dan apabila dikehendaki operator clutch dapat engaged yang berarti menghubungkan langsung antara turbin dengan pump sehingga merupakan unit direct drive dengan effisiensi 100 %.Torque Converter seperti ini biasanya stator dilengkapi dengan free wheel.
Ada juga Torque Converter yang dilengkapi dengan lock up clutch tetapi stator nya tidak memakai free wheel, tetapi stator nya dilengkapi dengan clutch. Stator clutch akan
disengaged untuk membebaskan stator dari housingnya dan dapat berputar bebas. Jadi ketika lock up clutch difungsikan, oli dalam torque converter dapat bergerak bebas bersama dengan putaran pump dan turbin, tanpa adanya hambatan dari sudu - sudu bila stator dalam keadaan diam.

Istilah-Istilah dalam Torque Converter

Elemen: yaitu jumlah komponen utama dalam torque converter yang berhubungan dengan oli flow.

Phase: yaitu perubahan kenaikan efisiensi dari torque converter (perubahan fungsi stator), berhubungan dengan konstruksi stator.

Stage: yaitu sesuatu yang berhubungan langsung dengan output shaft, dalam hal ini adalah turbin.

Stall: yaitu suatu keadaan dimana kecepatan turbin sama dengan nol, berhenti karena beban berlebihan, sedangkan kecepatan pump masih ada sesuai dengan kecepatan engine.

Stall speed: yaitu besarnya maksimum speed dari pump pada saat turbin berhenti, karena beban berlebihan.

Speed ratio: yaitu perbandingan antara kecepatan turbin dengan kecepatan pump, atau speed ratio = speed turbin / speed pump, atau e = nt / np.

Torque ratio: yaitu perbandingan antara torque turbin dengan torque pump, atau torque ratio = torque turbin / torque pump, atau t = tt / tp.

Efficiency: yaitu perbandingan antara power output (turbin) dengan power input (pump/ engine) dalam persen.

n = power turbin / power pump x 100 %
n = (speed turbin x torque turbin) : (speed pump x speed pump) x 100 %
n = speed ratio x torque ratio x 100 %.

Absorption torque of pump: yaitu besarnya torque engine yang diserap oleh pump untuk memberikan gaya pada aliran oli melalui sudu-sudu nya. Jika pump berputar dengan cepat, secara serempak menghasilkan aliran oli yang lebih besar, sehingga absorption of pump bertambah cepat.

Klasifikasi Torque Converter

Dengan adanya aliran oli didalam torque converter, maka pump, turbin dan stator masing-maing mendapat gaya (force) dan torque. Karena gaya yang menimbulkan torque adalah sama yaitu oli, maka berlaku hukum keseimbangan, dimana:

Aksi = Reaksi, atau
Aksi - Reaksi = 0

Didalam torque converter aksi adalah torque pump (T.p) dan reaksi adalah torque turbin (T.t) dan torque stator (T.s), sehingga:
T.p = T.t + T.s, atau
T.p - T.t + T.s = 0

Dari uraian diatas, terlihat jelas akan fungsi dari stator yang sebenarnya dimana torque turbin (T.t) bisa lebih tinggi dari torque pump (T.p) dengan adanya stator.

Variasi sirkulasi oli pada berbagai speed ratio
  • Semakin tinggi putaran pump (engine) ---> akan semakin besar gaya sentrifugal ---> maka akan semakin besar juga flow oli.
  • Semakin rendah speed ratio ---> akan semakin tinggi flow speed oli, karena gaya sentrifugal semakin besar.
  • Semakin tinggi speed ratio ---> flow akan semakin terganggu karena gaya sentrifugal dari pump dan turbin mendekati seimbang.
Variasi torque turbin pada berbagai speed ratio.
  • Pada speed ratio = 0 (keadaan stall) ---> Torque ratio = 3,5 (> 1/ maksimum) ---> T.t = T.p + T.s, dimana T.s = maksimum.
  • Pada speed ratio = 0,8 ---> Torque ratio = 1 ---> T.t = T.p - T.s, dimana T.s = 0
  • Pada speed ratio = 1 ---> Torque ratio = < 1---> T.t = T.p - T.s.
Kemampuan suatu toque converter digambarkan oleh torque ratio dan efisiensi maksimumnya. Torque ratio yang tinggi dan efisiensi yang tinggi, tentu saja kemampuan yang dimiliki torque converter akan semakin tinggi

Efisiensi pemindahan tenaga suatu torque converter selalu berubah-ubah sesuai dengan perubahan speed ratio nya. Efisiensi torque converter maksimum berkisar antara 80 - 90 %. Besar nya efisiensi maksimum dari suatu torque converter dipengaruhi oleh tipe dari torque converter tersebut.

Monday 19 September 2011

Apa itu Torque Converter

Torque converter adalah suatu komponen power train yang bekerjanya secara hydrolis. Prinsip kerja dari torque converter adalah merubah tenaga mekanis dari engine menjadi energi kinetis (oil flow) dan merubahnya lagi menjadi tenaga mekanis pada shaft outputnya.

Fungsi torque converter adalah sebagai berikut:
  • Sebagai kopling otomatis (automatic clutch) untuk meneruskan engine torque ke input transmisi.
  • Meningkatkan (multiflies) torque yang dibangkitkan oleh engine.
  • Meredam getaran puntir (torsional vibration) dari engine dan drive train.
  • Meratakan (smoothes) putaran engine.

Komponen utama pada torque converter:
  • Pump (impeller)
  • Turbine (runner)
  • Stator (reactor)
  • Freewheel (one way clutch)
Fungsi Pump (impeller) adalah:
Pump yang dihubungkan dengan flywheel engine melalui drive case menghasilkan energi kinetis berupa gaya sentrifugal pada oli dengan cara melempar oli yang berada didalam sudu-sudu pump kearah turbin.

Fungsi Turbin (runner) adalah:
Merubah energi kinetis dari oli yang diberikan oleh pump menjadi tenaga mekanis pada output nya.

Fungsi Stator (reactor) adalah:
Mengarahkan oli flow dari turbin kembali ke pump agar arahnya sesuai, sehingga oli yang masih mempunyai energi kinetis membantu mendorong/ memperingan kerja pump.

Fungsi Freewheel (one way clutch) adalah:
Mengarahkan putaran stator ke satu arah saja sesuai yang di inginkan dengan tujuan untuk menaikkan efisiensi dari torque coverter.
Apabila stator tidak dilengkapi freewheel, jika turbin berputar cepat hingga speed ratio nya mendekati satu, maka arah aliran oli akan berubah, sehingga oli yang keluar dari turbin akan memukul punggung sudu-sudu stator. Keadaan demikian akan mengakibatkan aliran oli menjadi tidak beraturan dan efiensi torque converter akan turun.

Apa itu Relative Humadity

Jumlah uap air di udara pada suatu waktu tertentu biasanya kurang dari yang dibutuhkan untuk menjenuhkan udara. Kelembaban relatif adalah persentasi kelembaban jenuh , umumnya dihitung dalam hubungannya dengan kepadatan uap jenuh.


Satuan paling umum untuk mengukur kepadatan uap adalah gm / m 3. Sebagai contoh, jika kepadatan uap yang sebenarnya sebesar 10 g / m 3 pada 20 ° C dibandingkan dengan kepadatan uap saturasi pada saat suhu tersebut yaitu 17,3 g / m 3, maka kelembaban relatif nya adalah:



Kelembaban relatif adalah jumlah uap air di udara dibandingkan dengan apa udara dapat "tahan" pada suhu itu. Ketika udara tidak bisa "menahan" semua kelembaban, maka mengembun seperti embun.

Kelembaban relatif adalah rasio kelembaban mutlak saat ini untuk kelembaban absolut tertinggi (yang tergantung pada suhu udara saat ini). Sebuah membaca dari 100 persen kelembaban relatif berarti bahwa udara benar-benar jenuh dengan uap air dan tidak bisa menahan lagi, menciptakan kemungkinan hujan. Ini tidak berarti bahwa kelembaban relatif harus 100 persen dalam rangka untuk itu untuk hujan - itu harus 100 persen di mana awan yang membentuk, tetapi kelembaban relatif dekat tanah bisa jauh lebih sedikit.

Manusia sangat sensitif terhadap kelembaban, sebagaimana kulit bergantung pada udara untuk menyingkirkan kelembaban. Proses berkeringat adalah upaya tubuh untuk tetap tenang dan menjaga suhu saat ini. Jika udara berada pada 100-persen kelembaban relatif, keringat tidak akan menguap ke udara. Akibatnya, kita merasa jauh lebih panas daripada suhu sebenarnya ketika kelembaban relatif tinggi. Jika kelembaban relatif rendah, kita bisa terasa lebih sejuk daripada suhu yang sebenarnya karena keringat menguap dengan mudah, pendinginan kita off. Sebagai contoh, jika suhu udara adalah 75 derajat Fahrenheit (24 derajat Celcius) dan kelembaban relatif adalah nol persen, suhu udara terasa seperti 69 derajat Fahrenheit (21 C) untuk tubuh kita. Jika suhu udara adalah 75 derajat Fahrenheit (24 C) dan kelembaban relatif adalah 100 persen, kita merasa seperti itu 80 derajat (27 C) keluar.

Orang cenderung merasa paling nyaman pada kelembaban relatif sekitar 45 persen. humidifier dan dehumidifiers membantu untuk menjaga kelembaban dalam ruangan pada tingkat yang nyaman.

Jika udara berada pada 100-persen kelembaban relatif, keringat tidak akan menguap ke udara. Akibatnya, kita merasa jauh lebih panas daripada suhu sebenarnya ketika kelembaban relatif tinggi

Monday 12 September 2011

Faktor Koreksi Tenaga Engine

Tenaga engine yang terbaca pada hasil pengujian di Dynamometer harus dikoreksi untuk mendapatkan hasil yang sesuai dengan standar nilai yang sesuai dengan kondisi dimana engine tersebut dibuat (pabrik).

Kenapa harus dikoreksi ? Karena kondisi lingkungan ditempat engine tersebut dibuat (pabrik) berbeda dengan kondisi lingkungan dimana engine dioperasikan.

Kondisi lingkungan yang mempengaruhi tenaga engine tersebut adalah:
  • Tekanan atmosfir
  • Temperature udara
  • Kelembaban relatif
Semakin rendah tekanan atmosfir maka akan semakin tipis kandungan oksigen nya. Semakin tinggi temperatur udara maka akan semakin kecil kerapatan oksigen nya.
Begitu juga dengan kelembaban udara, apabila terlalu lembab maka kandungan oksigen nya juga akan semakin kecil.

Yang dibutuhkan dari udara untuk proses pembakaran hanyalah oksigen, dan oksigen hanya terkandung didalam udara kering, maka dengan sendirinya kadar oksigen didalam udara sangat tergantung pada kadar uap air dalam udara. Apabila kadar uap air didalam udara tinggi, maka kadar oksigen nya akan rendah. Begitu juga sebaliknya. Dari pengertian itu dapat kita simpulkan bahwa:

Pd = Pa - Pw
Dimana,
Pd = Pressure dry (tekanan udara kering)
Pa = Pressure atmosfir (tekanan atmosfir)
Pw = Pressure wet (tekanan udara basah atau tekanan uap sebagian)

Tekanan atmosfir (Pa) dapat kita baca pada tool barometer, kelembaban relatif dapat kita baca dengan menggunakan tool hygrometer.
Kelembaban relatif (RH) dapat kita definisikan sebagai perbandingan antara tekanan uap sebagian (Pw) terhadap tekanan uap jenuh (Pg) pada temperatur yang sama dan dinyatakan dalam prosen. Dari pengertian diatas dapat kita buat formula:

RH = (Pw : Pg) x 100%
Dimana,
RH = Relatif humadity (kelembaban relatif)
Pw = Pressure wet (tekanan uap sebagian)
Pg = Tekanan uap jenuh

Sekarang untuk mencari nilai pw kita bisa menggunakan formula:

RH = (Pw : Pg) x 100%
Pw = Pg x RH

Artinya untuk mencari nilai Pw kita perlu mengetahui dulu nilai Pg / tekanan uap jenuh nya. Nilai tekanan uap jenuh dipengaruhi oleh temperatur udara disekitarnya. Besar nya nilai tekanan uap jenuh untuk setiap tingkatan temperatur dapat dilihat pada "tabel tekanan uap jenuh" dari buku thermodinamika teknik.

Apabila tidak memiliki tabel tekanan uap jenuh, kita bisa mencari nilai Pw dengan menggunakan "psychometric diagram". Diagram ini menghubungkan antara temperatur bola basah dengan temperatur bola kering. Kita masukan nila temperatur-temperatur tersebut kemudian garis yang saling berpotongan kita tarik ke nilai dari tekanan uap sebagian nya berapa.

Sebagai contoh,apabila diketahui kelembaban relatif (RH) 60% pada suhu 30 ºC, maka besarnya tekanan uap sebagian nya adalah:

RH = 60% = 0,60
t = 30 ºC

Dari tabel kita dapatkan bahwa pada RH 60% dan temperatur 30 ºC, tekanan uap jenuh (Pg) nya adalah 31,8428 mmHg.
Maka tekanan uap sebagian (Pw) nya dapat dicari sebagai berikut:

Pw = Pg x RH
Pw = 31,8428 x 0,60
Pw = 19,1058 mmHg.

Faktor koreksi

Formula dasar yang dipakai untuk koreksi tenaga engine adalah:



Dimana:
K = Faktor koreksi
Pas = Tekanan atmosfir (standar)
Pa = Tekanan atmosfir (aktual)
Pws = Tekanan uap sebagian (standar)
Pw = Tekanan uap sebagian (aktual)
273 = Konstanta untuk derajat kelvin
ts = Temperatur (standar)
t = Temperatur (aktual)

Menghitung Tenaga Engine

Satuan tenaga yang umum digunakan dan sudah kita bahas pada posting sebelumnya, yaitu satuan HP dan PS.
Tenaga (power) = Kerja /satuan waktu
Kerja (work) = Gaya (force) x jarak (distance)
Pada komponen engine, gaya diwakili oleh beban (load), jarak diwakili dengan panjang (radius/ lengan pada dynamo meter, atau jarak titik pusat main journal terhadap titik pusat pin journal crankshaft), kemudian waktu diwakili oleh kecepatan (putaran per menit/ rpm).

Gaya dikali kecepatan pada engine dinyatakan sebagai torsi (torque), sehingga torsi dapat dinyatakan: Torsi = Gaya x Kecepatan
Maka tenaga engine bisa ditulis dengan formula: P = T x S
Dimana,
P = Power (tenaga)
T = Torque (torsi)
S = Speed (rpm)

Jika suatu poros (shaft) berputar satu kali dalam satu menit dapat dinyatakan bahwa poros tersebut berputar 360º/menit. Jika berputar 3/4 putaran dalam satu menit, maka dapat dinyatakan dengan 0,75 put/mnt. atau 270º /mnt.

Dapat dinyatakan dengan: 1 putaran = 360º = 2π radian

Apabila Speed/kecepatan 1 putaran / mnt = 2π x n/mnt............ atau dalam 1 putaran/dtk = 2π x n/60.

1 PS = 75 kgm/dtk
1 HP = 76,04 kgm/dtk

Karena kecepatan putaran engine biasa menggunakan putaran per menit (rpm), maka harus dirubah menjadi putaran per detik, sehingga menjadi:
P = T x S
P = T x 2π x n/mnt, menjadi:
P = T x 2π x n/60 ........ untuk menjadikan dalam satuan kgm/dtk.

Sehingga tenaga dalam satuan HP, didapat formula:
HP = (T x 2π x n)/(60 x 76,04)
HP = (2π : 4662,4) x T x n
HP = 0,001376 x T x n


Dalam satuan PS, didapat formula:
PS = (T x 2π x n)/(60 x 75)
PS = (2π : 4500) x T x n
PS = 0,001396 x T x n

Contoh penggunaan formula, jika diketahui dari grafik performance engine, engine tersebut mempunyai rated power sebesar 320 hp pada 2000 rpm, maka torque rated nya didapat:

HP = 0,001376 x T x n
HP rated = 0,001376 x Torque rated x n
320 = 0,001376 x T x 2000
Torque rated = 320 : ( 0,001376 x 2000)
Torque rated = 116 Kg.m

Sunday 11 September 2011

Terminology Pada Engine

Catatan piper comex kali ini membahas mengenai terminology umum yang biasa digunakan untuk menjelaskan fungsi dari engine maupun cara kerja dari sebuah engine.
  1. Laws of mechanics: Istilah "laws of mechanics" atau hukum mekanik, menjelaskan mengenai pergerakan dari sebuah objek dan efek dari pergerakan objek tersebut.
  2. Friction: Friction atau gesekan, adalah sesuatu yang menghambat pergerakan antara dua permukaan yang saling bersentuhan satu dengan lainnya. Friction mengakibatkan panas. Friction dan panas yang berlebihan adalah faktor terbesar yang menyebakan keausan dan kerusakan pada komponen engine.
  3. Inertia: Inertia adalah kecenderungan pergerakkan dari suatu benda yang diam atau benda yang sedang bergerak dibuat menjadi diam.
  4. Force: Force atau gaya adalah definisi dari sebuah dorongan atau tarikan awal, akhir atau perubahan gerak dari suatu benda. Engine menggunakan force untuk mengatasi inertia dan friction.
  5. Pressure: Pressure atau tekanan adalah suatu ukuran dari force yang menekan per luas area. (P=F/A). Ada tiga cara untuk menciptakan pressure: menaikkan temperatur, mengurangi volume dan menghambat aliran. Beberapa sistem dan komponen dari "internal combustion engine" beroperasi dibawah atau membangkitkan tekanan spesifik. Pengetahuan dan pengukuran tekanan spesifik pada engine dapat menyediakan informasi yang baik mengenai kesehatan engine secara keseluruhan.
  6. Power Output Terms: Tenaga engine menjelaskan keselarasan antara kualitas maupun jumlah dari karakteristik yang dapat dipercaya.
  7. Torque: Torque atau torsi adalah efek putaran atau puntiran dari kombinasi gaya dengan gaya inertia yang menahan pergerakan. Torque juga adalah suatu ukuran dari kapasitas beban yang dapat dipikul oleh engine. Rumus dari Torque adalah: Torque (lb.ft) = (5252 * hp) : rpm. Semakin besar torque, semakin besar juga output kerja dari engine yang disediakan.
  8. Torque rise: Torque rise adalah Kenaikkan dari torque yang terjadi ketika engine mengalami "lugged down" dari rpm rated. Kenaikkan torque ini terjadi hingga kenaikkan rpm tertentu, setelah itu torque turun secara mendadak. Torque maksimum dari engine disebut dengan "peak torque". Rumus untuk torque rise adalah: (rated torque - peak torque)/ peak torque * 100%.
  9. Horse power: Horse power menjelaskan besarnya output kerja engine yang berhubungan dengan waktu, atau rata-rata kerja yang dihasilkan. Brake horse power adalah ketersediaan tenaga yang digunakan untuk kerja pada flywheel. Brake horse power adalah lebih kecil dari horse power sesungguhnya karena adanya energi yang digunakan untuk menggerakkan komponen engine. Rumus dari hose power adalah: rpm * torque (N.m) : 5252
  10. Heat: Heat atau panas adalah bentuk dari energi yang dihasilkan oleh pembakaran. Energi panas dirubah menjadi energi mekanis oleh piston dan komponen engine lainnya untuk menghasilkan tenaga yang sesuai untuk kerja.
  11. Bore: Bore adalah diameter dalam dari ukuran cylinder dalam satuan inches atau millimeter.
  12. Stroke: Stroke adalah jarak langkah piston dari TDC ke BDC. Panjang dari stroke ditentukan oleh desain crankshaft. Stroke yang lebih panjang dapat menarik udara lebih banyak kedalam cylinder yang dapat menghasilkan tenaga yang lebih selama pembakaran.
  13. Displacement: Displacement adalah volume total dari udara diatas piston yang bergerak dari BDC ke TDC. Secara umum, semakin tinggi displacement, semakin besar tenaga engine. Rumus untuk displacement adalah: Bore * Stroke * (luas alas * tinggi).
  14. Compression Ratio: Compression ratio menjelaskan seberapa banyak udara yang dapat dikompres. Compression ratio adalah perbandingan antara volume dari combustion chamber saat piston posisi BDC dengan volume didalam cylinder saat piston posisi TDC. Rumus untuk compression ratio adalah: BDC volume / TDC volume.
Bore, stroke dan compression ratio adalah satu kesatuan desain pada suatu engine untuk menyediakan maksimum tenaga yang dihasilkan.

Demikian beberapa terminology pada engine yang sudah piper comex bahas, apabila masih ada beberapa istilah lain yang belum disinggung silahkan tuangkan dalam kolom komentar.
Terima kasih.

Saturday 10 September 2011

Apa itu Air-Fuel Ratio

Berapakah perbandingan udara dan bahan bakar agar terjadi pembakaran yang sempurna ? Setiap bahan bakar mempunyai karakteristik tersendiri. Antara bahan bakar bensin, diesel, metanol maupun lainnya memerlukan perbandingan udara-bahan bakar yang berbeda satu sama lainnya.

Campuran antara udara dan bahan bakar dinamai dengan "campuran" saja, sedangkan perbandingan berat udara (Gud) dengan berat bahan bakar (Gbb) dalam campuran itu disebut dengan "perbandingan campuran" atau "perbandingan udara-bahan bakar" (Air-Fuel Ratio), yaitu: Gud/Gbb. Dalam proses pembakaran sempurna bahan bakar hydrocarbon, C akan terbakar menjadi CO2 dan H akan menjadi H2O. Maka perbandingan dari berat minimum udara terhadap berat bahan bakar disebut dengan "perbandingan campuran teoritis". Sedangkan "perbandingan campuran" terhadap "perbandingan campuran teoritis" inilah yang dinamai dengan "factor kelebihan udara" atau "perbandingan kelebihan udara" atau "Exces Air-Fuel Ratio", dapat kita sederhanakan menjadi:

Excess air-fuel ratio = (perbandingan campuran) : (perbandingan campuran teoritis),
Sehingga dapat ditulis dengan formula:
Excess air-fuel ratio = (
Gud/Gbb) : (Gud/Gbb teoritis)

Jika excess air-fuel ratio nilainya kecil, maka ini berarti bahwa bahan bakar yang dipakai terlalu banyak, atau kekurangan udara. Batas terendah nilai excess air-fuel ratio ditentukan oleh batas asapnya. Hal tersebut tergantung pada jenis bahan bakar yang digunakan. Jadi batas terendah excess air fuel ratio dapat berbeda beda, tetapi boleh dikatakan tidak pernah lebih rendah dari 1,1. Maka meskipun terdapat udara berlebihan, tetapi asap hitam juga masih bisa terjadi hal tersebut menunjukkan bahwa pencampuran dengan pusaran didalam ruang bakar tidak dapat berlangsung dengan baik.

Nilai perbandingan campuran teoritis

Misalkan bahan bakar yang digunakan adalah senyawa hydrocarbon yang diketahui data datanya sebagai berikut:
  • 86% beratnya adalah carbon / C
  • 14% beratnya adalah hydrocarbon / 2H2 .
  • Berat atom C adalah 12,011 g/mol
  • Berat atom H adalah 1,008 g/mol. (lihat tabel periodic).
Persamaan pembakarannya adalah:
  • C + O2 = CO2
  • 2H2 + O2 = 2H2O
Ini artinya bahwa untuk membakar 12,011 g Carbon diperlukan 1 mol O2, dan untuk membakar 4,032 g (2 x 1,008 x 2) Hydrocarbon diperlukan 1 mol O2.
Volume setiap 1 mol gas apapun pada kondisi 0ºC (273 K) dan 760 mm Hg (1 atm / sea level) adalah 22,41 Liter.

Udara terdiri atas 21% volume
O2 dan 79% volume N2, lainnya 1%. Maka volume minimum udara yang diperlukan untuk membakar sempurna bahan bakar tersebut diatas adalah:

(komposisi atom C : berat atom C) x volume setiap 1 kmol gas x (voleme udara total : volume oksigen), menjadi: ((0,86/12,011) +( 0,14/4,032)) x 22,41
x 100/21 = 11,35 .

Oleh karena berat 1
liter udara setara dengan 1.293 g, maka perbandingan campuran teoritis udara-bahan bakar menjadi: 11,35 x 1,293 = 14,68 g udara/g bahan bakar, artinya secara teoritis untuk membakar 1 g bahan bakar secara sempurna diperlukan 14,68 g udara, atau secara teoritis 1 gram bahan bakar memerlukan 14,68 gram udara agar bisa terbakar secara sempurna.

Lalu berapakah volume (liter) udara yang diperlukan untuk membakar secara sempurna 1 gram bahan bakar ?

Diketahui (dari table periodik) bahwa:
Berat atom
N2 adalah 14 g/mol
Berat atom
O2 adalah 16 g/mol
Sehingga massa relative dari udara
(Mr air) dapat kita hitung sebagai berikut:
Mr air = komposisi
N2 + komposisi O2
Mr air = 79% N2 + 21% O2
Mr air = (0,79 x 14 x 2) + (0,21 x 16 x 2)
Mr air = 22,12 + 6,72 = 28,84 g/mol

Setelah massa relative dari udara tersebut sudah kita ketahui sebesar 28,84 g/mol, maka kita dapat mencari volume udara dengan berat 14,68 gram dengan formula:

Volume udara = (Berat udara x 1 mol gas) : massa relatif udara
Volume udara = (14,68 g x 22,41
l) : 28,84 g/mol = 11,4 liter, atau dibulatkan sekitar 12 liter.

Gear Ratio Planetary Gear System

Untuk menghitung gear ratio / reduction ratio pada planetary gear system formula nya berbeda dengan cara menghitung gear ratio pada gear tanpa planetary.
Planetary gear system dibagi menjadi dua, yaitu:
  1. Single stage planetary gear system
  2. Double stage planetary gear system
Yang akan kita bahas sekarang adalah mencari reduction ratio untuk single stage planetary gear system. Perhatikan gambar disamping, gambar tersebut adalah gambar planetary gear system yang hanya menggunakan satu buah planet pinion penghubung antara sun gear dengan ring gear. Karena hanya menggunakan satu buah planet pinion maka disebut dengan single stage planetary gear system. Artinya putaran dari sun gear (input) menuju ke ring gear (output) hanya direduksi satu kali (single stage).

Formula untuk menghitung reduction ratio nya adalah:
(S x Ns) + (R x Nr) = (S + R) x Nc
Dimana:

S = Jumlah gigi Sun Gear
R = Jumlah gigi Ring Gear
Ns = Jumlah putaran Sun Gear
Nr = Jumlah putaran Ring Gear
Nc = Jumlah putaran Carrier

Untuk menentukan kemana arah putaran dan besarnya putaran output pada single stage planetary gear system dapat dilihat pada gambar berikut:

a. Apabila Carrier ditahan
Apabila Sun Gear sebagai input berputar kekanan, kemudian Cariier ditahan. Maka Ring Gear sebagai output akan berputar berlawanan (ke-kiri / negative) dengan jumlah putaran lebih
kecil dari pada Sun Gear. Selain menggunakan formula diatas, hubungan antara kecepatan putaran Sun Gear terhadap kecepatan putaran Ring Gear nya dapat ditulis dengan persamaan berikut ini:
Sun Gear Speed :
Ring Gear Speed = Ring Gear Teeth : Sun Gear Teeth , atau:
Ns : Nr = R : S



b. Apabila Ring Gear ditahan
Apabila Sun Gear sebagi input berputar kekanan, kemudian Ring Gear ditahan. Maka Carrier akan berputar searah sun gear dengan jumlah putaran lebih kecil dari Sun Gear.
Hubungan antara kecepatan putaran Sun Gear terhadap kecepatan putaran Planet Carrier dapat ditulis dengan persamaan berikut ini:
Sun Gear Speed : Carrier speed = (Ring gear teeth + Sun gear teeth) : Sun gear teeth, atau: Ns : Nc = (R + S) : S


c. Apabila Sun Gear ditahan
Sun Gear dapat ditahan jika kondisi Ring Gear dan Planet Carrier diijinkan untuk berputar. Pada kasus ini Ring Gear dan Planet Carrier akan berputar dengan arah yang sama dengan kecepatan putaran Ring Gear lebih tinggi dari pada kecepatan putaran Carrier.
Hubungan antara kecepatan putaran Ring Gear dengan kecepatan putaran Planet Carrier dapat ditulis dengan persamaan berikut ini:
Ring gear speed : Carrier speed = (Ring gear teeth + Sun gear teeth) : Ring gear teeth, atau : Nr : Nc = (R + S) : R

Apabila susunan planetary gear yang dipasang pada mesin hanya terdiri dari satu set planetary gear system seperti pada komponen final drive, maka formula a, b, atau c dapat digunakan. Tetapi apabila susunan planetary gear yang dipasang pada mesin terdiri dari beberapa planetary gear seperti pada torque flow transmission, maka sebaiknya menggunakan rumus dasar
(S x Ns) + (R x Nr) = (S + R) x Nc. Silahkan dibuktikan dengan mencoba menghitung reduction ratio pada beberapa komponen mesin yang ada.

Friday 9 September 2011

Apa itu Gear Ratio

Sebelum kita membahas apa itu gear ratio mari kita perhatikan dulu gambar berikut.
Kalau kita amati gambar dua buah gear yang disusun sedemikian rupa tersebut, apabila gear yang satu diputar maka gear satunya akan ikut berputar, tetapi karena ukuran gearnya berbeda maka akan terjadi jumlah putaran yang berbeda juga.

Dengan demikian Gear ratio/Reduction ratio dapat kita definisikan sebagai perbandingan antara jumlah putaran yang dihasilkan oleh gear input (drive gea
r) terhadap jumlah putaran gear output (driven gear) yang berbeda ukuran. Contoh, jika gear input berputar sebanyak 3 putaran, sedangkan gear output berputar sebanyak 1 putaran, maka gear rationya adalah 3:1. Artinya jumlah putaran gear output "direduksi" sebanyak 3 kali, sehingga putaran gear output "berkurang" sebanyak 3 kali putaran gear input.

Formula yang dapat digunakan untuk mengitung gear ratio antara dua buah gear, adalah:
N1 x Z1 = N2x Z2

Dimana:
N1 = Jumlah putaran gear input
Z1 = Jumlah teeth gear input
N2 = Jumlah putaran gear output
Z2 = Jumlah teeth gear output

Contoh perhitungan, apabila diketahui jumlah teeth pada gear input (Z1) = 25 teeth, jumlah teeth gear output (Z2) = 100 teeth dan putaran gear input (N1) diputar sebanyak 100 putaran. Berapakah gear rationya ?

Jawab:
N1 x Z1 = N2 x Z2
100 x 25 = N2 x 100
25000 = N2 x 100
N2 = 2500 : 100
N2 = 25
Sehingga gear rationya kita dapatkan N1 : N2 = 100 : 25 = 4 : 1, atau bisa juga dituls 4 nya saja.

Contoh diatas adalah untuk susunan dua buah gear saja, sekarang bagaimana kalau gear yang disusun lebih dari dua buah ?
Formula yang digunakan untuk mencari gear ratio antara gear yang lebih dari dua adalah:
N2 = N1 x (Z1:Z2) x (Z3:Z4)

Contoh perhitungan, berapakah gear ratio untuk 4 buah gear yang disusun sedemikian rupa dengan diketahui:
Z1 = 12 teeth
Z2 = 45 teeth
Z3 = 12 teeth
Z4 = 55 teeth
N1 = 100 putaran

Jawab:
N2 = N1 x (Z1:Z2) x (Z3:Z4)
N2 = 100 x (12:45) x (12:55)
N2 = 100 x 0.267 x 0.218
N2 = 5.821

Setelah putaran gear diketahui, maka gear rationya adalah = N1 : N2 = 100 : 5,821 = 17,179 :1, atau 17,2 : 1 atau ditulis 17,2 saja.

Demikian cara mencari gear ratio untuk gear yang tidak menggunakan planetary gear, ingin tahu bagaimana mencari gear ratio untuk planetary gear, lihat caranya disini.

Apa itu Horse Power

Sebelum membahas apa itu horse power, mari kita bahas terlebih dahulu apa itu kerja dan tenaga.
Secara umum, ketika ada sebuah benda diam digerakkan/dipindahkan pada jarak (distance) tertentu dengan menggunakan gaya (force) tertentu pula, maka hasil dari kedua hal tersebut (jarak dan gaya) dinamakan dengan “kerja” (work).
Dari keterangan tersebut, kerja dapat didefinisikan melalui formula berikut ini:

Kerja = Gaya x Jarak
W = F x D

dimana:
W = Work
F = Force
D = Distance

Sedangkan ketika "waktu" (time) dikenakan atau diperhitungkan pada suatu kerja, maka hal ini dinamakan dengan “tenaga” atau sering disebut juga dengan “power”. Sebuah mesin dengan tenaga yang besar dapat melakukan kerja dalam waktu yang singkat, sebaliknya sebuah mesin dengan tenaga yang kecil dapat melakukan kerja tersebut dengan waktu yang lebih panjang.

Tenaga dapat diformulasikan sebagai berikut:
Tenaga = Kerja : Waktu
P = W : t
P = F x D / t
Dimana:
P = Power
t = Time

Sekarang mari kita hubungkan dengan istilah horsepower. Dalam bahasa Indonesia "horse power" berarti “tenaga kuda atau daya kuda”. Istilah horsepower sendiri pertama kali dikemukakan oleh seorang insinyur yang bernama James Watt (1736-1819). Ia cukup terkenal dalam bidang pengembangan mesin uap (steam engine). Pada tahun 1782 Ia melakukan suatu uji coba terhadap seekor kuda pony yang bekerja untuk mengangkut batubara pada sebuah pertambangan. James Watt memilki keinginan untuk mengetahui berapa besarnya kekuatan yang dimilki oleh kuda tersebut. Dari hasil uji coba ternyata diketahui bahwa rata-rata seekor kuda pony mampu mengangkut beban seberat 22.000 foot-pound dalam setiap satu menit. Kemudian Ia menaikkan lagi angka tersebut hingga 50%, dan menetapkan bahwa besarnya ukuran 1 “tenaga kuda” (“horsepower“) adalah 33.000 foot-pound dalam satu menit. Hasil ketetapan tersebut hingga saat ini masih digunakan untuk menentukan standar dari sebuah kemampuan suatu alat (misal: truck, bus, mobil, dan lain-lain).

Dari ilustrasi gambar diatas, dapat dikatakan bahwa seekor kuda akan mengeluarkan tenaga sebesar 1 horse power untuk dapat menarik beban seberat 33.000 ponds setinggi 1 feet dalam waktu 1 menit, atau dengan beban seberat 330 pounds dapat ditarik setinggi 100 feet dalam waktu 1 menit.

Sampai saat ini standar satuan Hp (horse power) digunakan pada system imperial (Britis). Sedangkan untuk system metric, digunakan satuan PS (Jerman : pferde starke = horse strength)) . Satuan PS inilah yang paling umum digunakan.

Horse power menurut standar British sama dengan yang telah dikemukakan oleh James Watt. Berikut ini adalah satuan horse power menurut British horse power.

1 HP = 33.000 ft.lb/ min
1 HP = 550 ft.lb/ sec
1 HP = 550 x 0,3048 x 0,4536 m.kg/ sec
1 HP = 76,04 kg.m/ sec
1 HP = 76,04 x 9,81 kg.m2/ s3
1 HP = 745,69 Watt

Dimana:
1 menit = 60 detik (s)
1 ft. = 0,3048 m
1 lb. = 0,4536 kg
g = 9,81 m/s2
1 W = 1 j/s = 1 n/s = 1 (kg.m/s2).(m/s)

Sedangkan horse power menurut standar Metric horse power, diartikan sebagai berikut:
1 PS adalah gaya yang dibutuhkan untuk menggerakkan benda seberat 75 kg sejauh 1 meter dalam waktu 1 detik.
1 PS = 75 kg.m/s
1 PS = 735,5 W

British horse power digunakan di negara Inggris dan persemakmurannya, sedangkan Metric horse power diawali penggunaannya di negara Jerman pada abad ke 19 dan menjadi populer hingga menyebar keseluruh kawasan Eropa dan Asia.
Beberapa variasi satuan digunakan untuk mengartikan definisi dari Metric horse power ini, diantaranya:
pk = paarden kracht (Belanda)
hk = hastkraft (Swedia)
hv = hevosvoima (Finlandia)
dk = daya kuda (Indonesia)
Yang kesemuanya, berarti "horse power" dalam bahasa Inggris. Satuan-satuan tersebut mempunyai besaran yang sama dengan PS.

Sunday 4 September 2011

Siklus 2-Langkah Motor Bakar Piston

Setelah pada pada postingan sebelumnya sudah kita bahas mengenai siklus 4-langkah motor bakar piston, kali ini kita akan membahas siklus 2-langkah motor bakar piston. Siklus 2-langkah motor bakar piston ini lebih banyak digunakan pada motor bensin, walaupun ada juga motor diesel yang menggunakannya.
Motor bakar piston yang melengkapi siklusnya cukup dengan gerakan piston sepanjang TMA-TMB-TMA termasuk golongan motor 2-langkah.
Pada motor bakar piston yang lajim, yaitu motor bakar piston yang mempergunakan batang penggerak (connecting rod) dan poros engkol (crankshaft), gerak piston TMA-TMB-TMA itu memutar poros engkol satu kali (360 derajat sudut engkol). Karena itu motor 4-langkah adalah motor bakar piston yang melengkapi siklusnya (dengan satu kali pembakaran) selama dua putaran poros engkol.
Kebanyakan motor bakar piston bekerja dengan siklus 4-langkah. Siklus 4-langkah sudah dipergunakan sejak tahun 1876, yaitu pada waktu Dr. N.A. Otto berhasil membuat motor bakar piston dengan siklus 4-langkah yang pertama. Pada waktu itu motor bakar piston yang bekerja dengan siklus 4-langkah dinamai Motor Otto. Pada motor Otto campuran bahan bakar - udara dinyalakan oleh loncatan api listrik atau benda pijar; proses pembakaran berlangsung pada waktu piston berada disekitar TMA. Motor Diesel juga dapat mempergunakan siklus 4-langkah; akan tetapi oleh karena sistem penyalaannya berbeda, motor Diesel tidak termasok golongan motor Otto.
Pada siklus 2-langkah motor bakar piston, Ketika piston naik menuju TMA untuk melakukan kompresi maka katup hisap terbuka dan masuklah campuran bahan bakar dan udara, sehingga dalam satu gerakan piston dari TMB ke TMA menjalankan dua langkah sekaligus yaitu kompresi dan isap, saat sesaat sebelum piston mencapai TMA maka busi menyala, gas campuran meledak dan memaksa piston kembali bergerak ke bawah menuju TMB. Gerakan piston yang ini disebut langkah ekspansi. Namun sembari piston melakukan langkah ekspansi atau usaha, sesungguhnya juga melakukan langkah buang melalui katup buang. Hal ini bisa terjadi karena gas hasil pembakaran terdorong keluar akibat campuran bahan bakar dan udara baru yang juga masuk dari sisi kanan dinding silinder.
Langkah Masuk (Intake)
Campuran bahan bakar - udara dihisap masuk ke dalam rumah engkol akibat tekanan vakum yang terjadi pada saat piston bergerak ke atas.

Langkah Penyaluran (Transfer/Exhaust):
Pada saat mendekati posisi TMB, saluran masuk terbuka dan campuran bahan bakar - udara masuk ke dalam silinder. Pada saat yang sama masuknya campuran bahan bakar dan udara tersebut mendorong sisa hasil pembakaran keluar melalui saluran pengeluaran pada sisi yang berlawanan dari lubang pemasukan.

Langkah Tekan (Compression):
Selanjutnya piston bergerak ke atas dan menekan campuran bahan bakar - udara. (pada saat yang sama terjadi langkah masuk yang berikutnya di bagian bawah piston).

Langkah Tenaga (Power):
Pada saat mendekati posisi TMA busi akan menyala dan menyundut campuran bahan bakar - udara sehingga terjadi pembakaran yang mendorong piston ke bawah.

Popular Posts

Powered by Blogger.