Blog tentang internet dan Blogging Tips

Saturday, 29 October 2011

Aplikasi pemakaian Dial Gauge

Beberapa aplikasi pengukuran dengan menggunakan dial gauge adalah sebagai berikut:

PERHATIAN DALAM PENGGUNAAN DIAL GAUGE:

a)  Pastikan dial gauge yang kita pakai dalam kondisi masih baik dan akurat sesuai standar.
  • Check kondisi jarum apakah pada posisi nol semua
  • Gerakan probe secara perlahan dan tanpa tekanan keras, amati pergerakan jarum smooth saat probe digerakan.
  • Lepas probe secara perlahan, amati pergerakan jarum harus kembali keposisi awal jarum sebelum digerakan.
  • Jangan memberikan hentakan atau tekanan secara spontan pada probe saat melakukan pengukuran maupun pemasangan pada part yang diukur.
b)  Pastikan dial gauge terpasang pada magnetic base stand dengan kuat dan pada posisi yang datar.
c)  Untuk mendapatkan hasil yang akurat, usahakan posisi dial gauge saat pengukuran adalah vertical dan probe dapat bergerak bebas naik – turun.
d)  Gerakkan part yang diukur secara perlahan, agar pergerakan jarum dapat bergerak smooth dan mudah dibaca.

Contoh pembacaan hasil ukur dial gauge:
  • Lihat posisi dari jarum besar, terlihat posisi jarum pada strip ke-enam. Karena harga 1 strip adalah 0,01mm, maka 6 x 0,01 mm adalah 0,06 mm.
  • Lihat posisi jarum kecil, terlihat posisi jarum pada strip ke-tiga lebih sedikit (melebihi strip). Karena harga 1 strip adalah 1 mm maka 3 x 1mm adalah 3 mm.
  • Jadi hasil pembacaan dari dial gauge tersebut adalah 3 mm + 0,06 mm, yaitu 3,06 mm. 

Dial Gauge

DIAL GAUGE

Dial gauge adalah alat ukur yang mutlak ada saat kita melakukan proses overhaul, tool ini sangat penting untuk mendapatkan data-data yang sangat kritikal, seperti:  end play, backlash, bending, protrusion liner, valve sinking, dan sebagainya.

Dial gauge ini adalah tools yang tidak bisa berdiri sendiri, ia harus dipasangkan dengan suatu alat bantu yang dinamakan: Magnetic Base, sebagai pemegang dial gauge dan berfungsi mengatur posisi dari dial gauge (tinggi-rendahnya, kemiringannya) pada tempat atau permukaan benda yang diukur. 

CARA PEMBACAAN SKALA DIAL GAUGE

Untuk dial gauge metric (mm), skala utama ditunjukan dengan jarum panjang (long hand), satu putaran jarum panjang (dari nol ke nol = 100 strip) menunjukan skala 1 mm, dan akan ditunjukan dengan pergerakan jarum pendek (short hand) sejauh  1 strip yang berarti probe spidle bergerak sejauh 1 mm. Satu putaran jarum pendek (short hand) dari nol ke nol sebanyak 10 strip atau sama dengan 10 x 1 mm = 10 mm atau 1 cm. Sehingga tingkat akurasi (1 strip jarum panjang) dial gauge metric adalah 1 mm dibagi 100 strip sama dengan 0,01 mm.

Untuk dial gauge English (inch), skala utama ditunjukan dengan jarum panjang (long hand), satu putaran jarum panjang (dari nol ke nol = 100 strip) menunjukan skala 0,1 inch, dan akan ditunjukan dengan pergerakan jarum pendek (short hand) sejauh 1 strip yang berarti probe spindle bergerak sejauh 0,1 inch. Satu putaran jarum pendek (short hand) dari nol ke nol sebanyak 10 strip atau sama dengan 10 x 0,1 inch = 1 inch. Sehingga tingkat akurasi (1 strip jarum panjang) dari dial gauge English (inch) adalah 0,1 inch dibagi 100 strip sama dengan 0,001 inch.


KETERANGAN
  • Apabila probe spindle bergerak memendek/masuk, maka jarum panjang maupun pendek akanberputar searah jarum jam (skala jarum panjang bergerak maju dari angka 0 menuju angka 10, 20 ….dst. dan jarum pendek bergerak dari angka 0 menuju angka 1, 2 .. dst)
  • Apabila probe spindle bergerak memanjang/keluar, maka jarum panjang maupun pendek akan berputar berlawanan arah jarum (skala jarum panjang bergerak mundur dari angka 0 menuju, 90, 80 …dst. dan jarum pendek bergerak dari angka 0 menuju angka 9, 8 . . .dst)

Bore Gauge

BORE GAUGE

Bore gauge adalah alat yang dapat digunakan untuk mengukur diameter dalam suatu cylinder. Dial gauge yang terletak pada bagian atas dapat dilepas dengan melonggarkan securing position posisi dial gauge. Grip adalah pemegang untuk memposisikan ketepatan pengukuran. Ujung batang pengukur (measuring point) dapat bergerak bila ditekan dan akan menggerakkan jarum pada dial gauge antara 0-2 mm dari harga standarnya. Rod end akan diikat oleh mur pengikat tongkat pengukur (rod securing thread) tongkat pengukur (rod end) ini dapat ditukar-tukar ukurannya menurut kebutuhannnya. 
 
Guide plate dipergunakan untuk membantu menempatkan kedudukan dial gauge pada kedudukan horizontal dan untuk mendapatkan harga pengukuran yang maksimum. Pada dial gauge model baru yang dipergunakan pada bore gauge skala penunjukkan jarum terdiri dari angka 0 - 50 pada setengah lingkaran dari arah jarum jam atau berlawanan arah jarum jam. Masukkan bore gauge ke dalam cylinder dengan posisi seperti gambar di bawah ini.


Posisi yang benar dalam melakukan pengukuran diamater dalam suatu silinder adalah pada posisi ditengah-tengah seperti ditunjukan pada gambar. 









Pada gambar A posisi b adalah bore gauge yang benar, dan apabila terjadi penyimpangan maka jarum besar akan bergerak searah jarum jam. Bila terjadi penyimpangan ( d ) dan ( f ) maka jarum akan berputar berlawanan dengan arah putaran jarum jam.

APLIKASI BORE GAUGE

Aplikasi bore gauge tidak seluas aplikasi inside micrometer, karena bore gauge memiliki tangkai pemegang tools yang panjang dan sebuah dial gauge untuk membaca hasil ukur, sehingga pada tempat-tempat yang sempit tidak bisa menggunakan bore gauge, contohnya adalah bore untuk bushing camshaft.

Bore gauge lebih banyak digunakan untuk mengukur ID cylinder liner, ID Main bearing hole, ID housing hydraulic cylinder atau ID lain yang tempatnya tidak sempit atau bebas.
CONTOH PEMBACAAN HASIL UKUR BORE GAUGE

Misalnya kita akan mangukur diameter silinder. Pertama kali kita mengukur diameter tersebut dengan vernier caliper untuk mengetahui diameter secara kasar guna memilih rod end yang tepat untuk dipasangkan pada bore gauge (atau lihat ukuran standarnya pada maintenance standard).
Misalnya didapat ukuran vernier caliper 75 mm, maka kita memilih harga rod end yang bertanda 75 pada tengah - tengah standard dari bore gauge. Karena kita mendapatkan hasil pengukuran pertama 75 mm maka kita pergunakan micrometer yang 75 - 100 mm. Kemudian set harga micrometer dengan standar ukuran untuk menentukan posisi nolnya. Pasangkan micrometer pada micrometer stand. Pasangkan dial gauge dengan mengendorkan mur pengikat posisi dial gauge (dial gauge securing position) hingga jarum kecil bergerak sampai pada angka satu dan kencangkan mur pengikatnya. Pasangkan bore gauge pada micrometer dengan rod end dan ujung jarum pada anvil dan spindle micrometer sampai gerak jarum besar maksimum searah jarum jam kemudian pada posisi tersebut putar outer rim hingga angka nol pada posisi jarum tersebut.
Apabila jarum kecil menunjukkan pada angka satu dan jarum besar pada strip yang ke-22 setelah bergerak dari nol searah jarum jam, jadi hasil pengukuran :
    • Jarum kecil = 1 pada pengetesan = 75 mm
    • Jarum besar = 22 x 0,01 mm  =  0,22 mm
    • Hasil pembacaan = 75 - 0.22 = 74.78 mm
    Apabila jarum kecil menunjukkan pada angka satu dan jarum besar pada strip yang ke-25 setelah bergerak dari nol berlawanan jarum jam, jadi hasil pengukuran :
    • Jarum kecil  =  1 pada pengetesan   = 75 mm
    • Jarum besar  =  25 x 0,01 mm   =  0,25 mm +
    • Hasil pembacaan  = 75 + 0.25 = 75.25 mm
    Untuk mempermudah pembacaan hasil pengukuran:
    • Bila jarum dial gauge bergerak searah jarum jam maka hasil pengukuran dikurangi atau dengan kata lain diameter yang diukur lebih kecil dari harga standarnya.
    • Bila jarum dial gauge bergerak berlawanan arah jarum jam maka hasil pengukuran ditambahkan atau dengan kata lain diameter yang diukur lebih besar dari harga standarnya.
    Untuk pengukuran diameter cylinder yang tidak ada pada ukuran rod end perlu ditambahkan dengan spacer (shim). Pada setiap bore gauge terdapat spacer setebal: 1 mm; 2 mm; 3 mm. Misalnya ukuran diameter 78 atau 83 mm dengan vernier caliper. Untuk pemilihan rod end pada bore gauge ambil ukuran 75 mm atau 80 mm kemudian tambahkan spacer setebal 3 mm dan kemudian set bergantian pada micrometer dengan ukuran 78 atau 83 mm baru dipergunakan untuk melakukan pengukuran.

    Micrometer ID

    MICROMETER ID

    Inside micrometer digunakan untuk melakukan pengukuran diameter dalam silinder, brake drum, bushing yang besar dan lain-lainya. Inside micrometer prinsip pengukurannya sama seperti outside micrometer.
    Ada bermacam-macam ukuran rod dari inside micrometer yang dapat digunakan menurut kebutuhannya. Untuk penggantian rod kendorkan clamp dan cabut rod kemudian tentukan pilihan rod yang akan digunakan, masukkan pada inside micrometer kemudian ikuti dengan memutar clamp.

    APLIKASI INSIDE MICROMETER

    Dalam pengukuran ID liner, tahan grip micrometer dan sentuhkan anvil pada satu sisi cylinder kemudian perlahan-lahan putar thimble dan spindle akan bergerak ke luar dan akan menyentuh sisi silinder yang lain, untuk mendapatkan titik minimum gerak tersebut dapat dilihat pada gambar (A) dan titik maksimum didapatkan oleh gerakan seperti ditunjukkan pada gambar (B). Bila kedua bagian tersebut sudah didapatkan kemudian baca hasilnya.
    KALIBRASI INSIDE MICROMETER

    Seperti halnya dengan outside micrometer pada inside juga diperlukan pengetesan harga standarnya. Pengetesan harga standar diperlukan outside micrometer yang sudah diset pada harga stnadarnya, lakukan pemilihan outside micrometer sesuai dengan rod yang akan dipergunakan. Posisikan sleeve dan thimble pada nol, masukkan inside micrometer pada outside micormter. Bila terjadi penyimpangan lakukan penyetelan anvil (adjusting anvil) dengan kunci penyetelnya dimana yang satu untuk menyetel anvil dan yang astu lagi untuk membuka dan menguatkan mur pengikatnya.

    Penggunaan inside micrometer agak lebih sukar bila  dibandingkan dengan outside micrometer, namum pembacaan skalanya sama seperti pada outside micrometer.

    Cara Kalibrasi Micrometer

    KALIBRASI MICROMETER

    Micrometer yang dipakai dalam waktu lama, akan mengalami deviasi pada pembacaan titik nol nya. Untuk itu harus dilakukan penyetelan titik nol atau perlu kalibrasi.

    Kalibrasi sebuah micrometer yaitu adjustment kembali ketitik nol untuk mendapatkan hasil ukur yang lebih presisi. Ada beberapa metode kalibrasi micrometer, tergantung dari tingkat simpangan skala micrometer.

    Metode 1, jika penyimpangan titik nol dua garis atau kurang: 
    1. Kunci spindle dengan spindle lock/ clamp.
    2. Masukan adjusting key kedalam lubang di sleeve
    3. Putar sleeve untuk memperbaiki penyimpangan tersebut
    4. Periksa kembali titik nol nya. 
    Metode 2, jika penyimpangan titik nol lebih dari dua garis:

    1. Kunci spindle dengan spindle lock/ clamp.
    2. Masukan kunci pada lubang di rachet sleeve. 
    3. Pegang thimble, putar rachet sleeve berlawan jarum jam
    4. Dorong thimble kearah luar (menuju rachet stop), dan thimble dapat berputar dengan bebas.
    5. Posisikan thimble pada posisi yang diperlukan untuk mengoreksi titik nol.
    6. Putar rachet sleeve kearah dalam dan kencangkan dengan kunci.
    7. Periksa kembali titik nol, jika masih ada sedikit penyimpangan, koreksi dengan metode 1.
    PERHATIAN DALAM MENGGUNAKAN MICROMETER
    1. Pilih micrometer yang sesuai dengan benda yang akan diukur, karena micrometer memiliki banyak macam batas ukur, seperti range antara 0 – 25 mm, 25 – 50 mm, dan seterusnya.
    2. Perubahan temperature ruang sangat berpengaruh terhadap hasil pengukuran, jadi pastikan kalibrasi tools sebelum melakukan pengukuran.
    3. Bersihkan dari debu dan kotoran, putaran thimble harus smooth, lock berfungsi normal, anvil dan key masih lengkap.
    4. Lakukan pengukuran dengan tepat sebanyak tiga kali untuk menjamin keakuratan pengukuran.
    5. Jika micrometer mengalami kerusakan atau kalibrasi tidak dapat dilakukan, beri label kerusakan pada micrometer tersebut dan singkirkan atau ganti dengan yang baru. Jangan dipaksakan untuk melakukan pengukuran karena hasil yang didapat akan salah.
    CONTOH PEMBACAAN MICROMETER
    1. Lihat skala utama (skala sleeve bagian atas),menunjukkan pada strip ke-7 dan karena micrometer yang dipergunakan 0 - 25 mm. Jadi hasil pembacaan 7 x 1 mm = 7 mm.
    2. Lihat skala utama bagian bawah dari sleeve disini terlihat ada garis di depan thimble, maka diperlukan penambahan jumlah 0.5 mm dan apabila tidak terlihat di depan thimble maka tidak perlu penambahan.
    3. Selanjutnya kita perhatikan skala thimble terlihat garis yang segaris horizontal adalah angka 15, jadi hasilnya = 15 x 0.01mm = 0.15 mm.
    4. Hasil pembacaannya adalah:
    • Skala utama atas = 7,00 mm
    • Skala utama bawah = 0,50 mm
    • Skala thimble  = 0,15 mm
    • Hasil pembacaan = 7,00 + 0,50 + 0,15 = 7,65 mm 

    Friday, 28 October 2011

    Micrometer OD

    MICROMETER (Outside Diameter Micrometer)

    Micrometer adalah alat ukur yang mirip dengan vernier caliper, tetapi jika kita menggunakan vernier caliper tingkat keakuratan yang didapat adalah 0,05 mm, sedangkan dengan menggunakan micrometer kita dapat lebih akurat dan presisi dengan tingkat keakuratan 0,01 mm. Jadi micrometer ini sangat berguna untuk pekerjaan yang membutuhkan tingkat kepresisian yang sangat teliti.

    APLIKASI MICROMETER

    Aplikasi micrometer (OD) dalam pengukuran sebuah part tidak selengkap vernier caliper, micro meter paling banyak hanya untuk mengukur outside diameter dan panjang atau tebal dari suatu part.
     


    CARA PEMBACAAN SKALA MICROMETER

    Dalam sebuah micrometer terdapat dua skala, skala utama terletak pada sleeve dengan jarak skala setiap 1 stripnya adalah 1 mm, dan skala kedua terdapat thimble sebanyak 50 strip, bila diputar dari angka 0 sampai ke angka 50 (1 putaran thimble) akan bergerak sejauh 0,5 mm. Sehingga 1 strip skala thimble adalah 0,5 mm : 50 yaitu 0,01 mm. Thimble dapat berputar mengitari sleeve untuk menentukan panjang dari benda yang diukur. Pada saat thimble berputar akan mengatur jarak panjang skala yang ditunjukan oleh sleeve.

    Untuk mendapatkan hasil ukur yang tepat, pembacaan skala yang tepat akan menjadi sebuah kritikal point dalam pemakaian micrometer.

    Thursday, 27 October 2011

    Cara menggunakan Vernier Caliper

    MEASUREMENT TOOLS

    Measurement tools dipakai untuk melakukan pengukuran terhadap suatu part, untuk mengambil data secara akurat. Dalam proses overhaul data part sangat penting sekali karena akan digunakan untuk pengambilan keputusan apakah part tersebut rusak atau dapat dipakai ulang. Jika mengalami kerusakan berarti langkah selanjutnya adalah part tersebut harus di order. Tanpa data yang jelas, kesalahan dalam order part akan menyebabkan biaya overhaul membengkak atau berakibat pada Re-Do pekerjaan.

    Measurement tools yang sering digunakan dalam pekerjaan overhaul adalah:
    • Vernier caliper
    • Micro meter
    • Dial gauge
    Berikut penjelasan masing-masing fungsi dari measurement tools tersebut:

    1) VERNIER CALIPER

    Vernier caliper sering juga disebut sigmat atau jangka sorong adalah sebuah alat ukur yang dapat dipakai untuk mengukur diameter luar, diameter dalam, ketebalan dan kedalaman celah. Vernier caliper ini dapat mengukur dengan tingkat akurasi sampai dengan 0,05 mm (didapat dari jumlah strip pada skala slider ada 20 strip, berarti 1 mm : 20 adalah 0,05 mm).

    Dalam aplikasi pemakaian vernier caliper yang perlu diperhatikan selain dari pemakaian yang tepat, juga pada cara pembacaan skala yang ditunjukan oleh meter. Dalam vernier caliper terdapat dua skala yang saling terkait dan mendukung keakuratan data yang akan kita dapatkan.
    Contoh pengukuran outside diameter dengan vernier caliper:
    Hasil pengukuran : skala utama + skala kedua
    Skala utama : 23 mm (didapat dari angka nol pada slider scale melewati angka 23)
    Skala kedua : 0,5 mm (didapat dari garis lurus antara skala pada slider scale dengan main
    scale yaitu pada angka 5 atau pada garis ke 10, sehingga hasilnya 10 x 0,05 = 0,5 mm)

    PERHATIAN DALAM PENGUKURAN DENGAN VERNIER CALIPER

    a) Pastikan vernier caliper yang kita gunakan dalam kondisi baik, lakukan pengetesan dengan cara seperti gambar dibawah ini:

    • Posisikan caliper seperti gambar disamping.
    • Amati penunjukan skala utama dan skala kedua, semua harus pada posisi nol.
    • Amati celah antara jaw dan beaks harus benar-benar rapat dan tidak ada celah sedikitpun.
    • Jika kita akan menggunakan bar untuk mengukur kedalaman suatu celah atau lubang pastikan pada posisi ini semua bar masuk dan rata dengan skala utama.
    • Jika salah satu syarat diatas tidak dipenuhi berarti caliper tersebut sudah tidak akurat.
    b) Pegang caliper pada skala utama dan jari telunjuk kita pada posisi skala kedua, sehingga skala kedua caliper dapat kita geser dengan telunjuk kita.

    c) Pasang part yang akan kita ukur pada jaws (outside), beaks (inside) atau bar (untuk kedalaman) pada posisi yang tepat.

    d) Geser skala kedua sehingga part yang akan diukur dapat dipegang oleh caliper, kunci lock agar skala tidak berubah.

    e) Baca skala utama dan skala kedua dengan akurat, amati dengan tepat agar hasil tidak salah dalam pembacaan.

    f) Berikut ini adalah posisi pengukuran yang benar dan yang salah.


    g) Pastikan juga untuk diperhatikan posisi part yang diukur terhadap caliper.



    Wednesday, 26 October 2011

    Pengendalian Kualitas Overhaul

    QUALITY ASSURANCE (QA)

    Quality assurance atau yang sering disebut QA, adalah check sheet yang secara khusus dibuat untuk mendukung proses pekerjaan overhaul maupun pekerjaan remove – install.
    Tujuan adanya QA sheet ini adalah sebagai guidance mekanik dalam melaksanakan overhaul dari proses receiving, disassembly, measurement, assembly sampai dengan delivery, untuk meminimalkan adanya Re-Do dalam pekerjaan overhaul. Selain itu QA sheet juga berfungsi sabagai dokumentasi dalam pelaksanaan aktifitas overhaul.

    PENGENDALIAN KUALITAS DALAM PROSES OVERHAUL

    Berikut adalah pengendalian kualitas dalam proses overhaul secara umum yang dilakukan di Comex shop dengan menggunakan check sheet QA.


    Urutan awal dari langkah kerja proses overhaul dimulai dari check sheet QA 7 atau check sheet receiving kemudian diakhiri dengan check sheet QA 1 atau check sheet delivery.

    Mengapa check sheet delivery ditempatkan pada nomor 1..?

    Sebenarnya hal ini tidak baku atau tidak mesti menjadi patokan, mungkin para pembuat check sheet QA terdahulu (UT), berasumsi bahwa pekerjaan overhaul paling terakhir adalah kalau unit atau komponen yang dilakukan overhaul tersebut sudah RFU dan sudah di delivery, artinya setelah itu tidak ada check sheet lagi yang digunakan, sehingga harus ditempatkan pada urutan paling akhir atau paling ujung. Kalau check sheet delivery ditempatkan pada urutan QA 7, artinya bukan merupakan ujung atau akhir, karena setelah QA 7 masih ada lagi QA 8, QA 9 dan seterusnya.

    Rasanya ini tidak perlu diperdebatkan, karena dimulai dari nomor berapapun yang penting adalah bahwa setiap aktifitas proses overhaul untuk menjaga kualitasnya harus ada system pengendaliannya, yaitu check sheet QA.

    Karena form check sheet ini sudah dipakai secara nasional baik di Pama maupun UT dengan urutan seperti itu, kita sebagai pelaksana tinggal meneruskan apa yang sudah dibuat oleh para pendahulu.

    Berikut ini adalah Check Sheet QA yang dipakai oleh Comex shop berikut fungsi dari masing–masing check sheet tersebut.

    a. QA 1 : Delivery Inspection Sheet
    Berisi tentang hal-hal yang perlu diperiksa oleh group leader atau supervisor untuk tahap pengiriman / delivery, tujuannya agar group leader atau supervisor terlibat langsung dalam pengendalian tahap delivery komponen.

    b. QA 2 : Final Inspection Sheet
    Berisi tentang critical point dalam tahap inspection terakhir setelah melalui pengujian dan komponen tersebut dinyatakan siap pakai (Ready For Use / RFU).

    c. QA 3 : Testing Performance Sheet
    Berisi tentang tahapan dalam proses pengujian atau test bench. Data yang diharapkan saat pengujian dan menuntun proses pengujian tersebut.

    d. QA 4 : Guidance Assembly Sheet
    Berisi tentang hal-hal yang berkaitan dengan tahapan proses assembly atau pemasangan suatu part atau komponen. Tujuannya adalah menjadi guidance dalam melaksanakan proses assembly dan mendata hasil assembling, tanpa meninggalkan shop manual.

    e. QA 5 : Measurment & Inspection Sheet
    Berisi tentang hal-hal yang berkaitan dengan proses pengukuran (measurement) dan inspection visual dari komponen dan part overhaul. Tujuannya adalah mendapatkan data komponen overhaul dan menjadikan referensi untuk recommended parts.

    f. QA 6 : Guidance Dis-Assembly Sheet
    Berisi tentang hal-hal yang berkaitan dengan proses pembongkaran dari suatu komponen, tujuannya untuk mendata kondisi part hasil pembongkaran serta data referensi part order.

    g. QA 7 : Receiving Sheet
    Berisi tentang hal-hal yang harus diperiksa dalam tahap penerimaan dari komponen yang akan di overhaul. Tujuannya untuk mendata komponen, atas kelengkapan dan kondisinya serta menyiapkan dokumen-dokumen pendukung yang sesuai

    Tuesday, 18 October 2011

    Speed reduction ratio Komatsu D375A-5

    Setelah pada postingan terdahulu sudah dibahas mengenai reduction ratio pada planetary gear system, berikut ini kita coba menggunakan rumus yang sudah kita pelajari tersebut untuk kita coba terapkan pada perhitungan speed reduction ratio pada transmisi Komatsu D375A-5.

    Berikut ini daftar speed reduction ratio untuk transmisi Komatsu D375A-5 untuk masing masing speed.


    Gambar dibawah ini menunjukan posisi speed F1 dari transmisi Komatsu D375A-5, dimana clutch yang bekerja saat itu adalah clutch Forward dan clutch 1st.


    Berikut ini susunan gear train transimi Komatsu D375A-5:

    Dari susunan gear train tersebut diketahui data data sebagai berikut:
    1. Clutch Reverse
    • Sebagai input adalah sun gear (34 teeth)
    • Sebagai output adalah ring gear (84 teeth)
    • Yang ditahan adalah carrier.
    2. Clutch Forward
    • Sebagai input adalah sun gear (41 teeth)
    • Sebagai output adalah carrier
    • Yang ditahan adalah ring gear (91 teeth)
    3. Clutch 3rd
    • Sebagai input adalah carrier
    • Sebagai output adalah sun gear (41 teeth)
    • Yang diatahan adalah ring gear (91 teeth)
    4. Clutch 2nd
    • Sebagai input adalah carrier
    • Sebagai output adalah sun gear (47 teeth)
    • Yang ditahan adalah ring gear (93 teeth)
    5. Clutch 1st (rotary clutch)
    • Sebagai input adalah outer drum
    • Sebagai output adalah inner drum
    Mari kita hitung reduction ratio nya dengan menggunakan rumus: S*NS + R*NR = (S+R)*NC. Untuk contoh diketahui putaran input transmisi adalah 1 putaran.

    Mulai dari speed F1, clutch yang bekerja adalah (lihat tabel): clutch F dan clutch 1st. jumlah teeth sun gear (S) adalah 41, jumlah teeth ring gear (R) adalah 91 dan putaran input (NS) 1 putaran sedangkan putaran ring gear (NR) ditahan = "nol".
    Maka output putaran clutch F (NCf) adalah:
    S*NSf + R*NRf = (S+R)*NCf
    41*1 + 91*0 = (41 + 91)*Nc
    41 = 132 * NCf
    NCf = 41 / 132
    NCf = 0,3106 putaran

    Untuk clutch 1st, karena ia adalah rotary clutch maka input dengan output menjadi satu kesatuan, sehingga clutch 2nd dan clutch 3rd juga menjadi satu kesatuan sehingga putaran input sama dengan putaran output, yaitu 1 : 1 = 1 putaran.

    Maka speed reduction ratio untuk speed F1 adalah putaran input dibagi putaran output yaitu: NS : NC = 1 : 0,3106 = 3,2195 dibulatkan menjadi 3,220 (terbukti).

    Untuk speed F2, diketahui clutch yang bekerja adalah clutch F dan clutch 2nd (sebelum ke clutch 2nd melewati clutch 3rd terlebih dahulu, maka clutch 3rd harus dihitung juga). Untuk putaran output clutch F (NC) sudah diketahui, yaitu 0,3106 putaran.
    Sebelum menghitung putaran clutch 2nd, kita hitung clutch 3rd terlebih dahulu. Diketahui jumlah teeth sun gear clutch 3rd = 41, teeth ring gear = 91, carrier clutch 2nd menjadi satu sumbu dengan carrier clutch F sehingga NC3 = NCf = 0,3106 dan sun gear clutch 2nd satu sumbu dengan sun gear clutch 3rd sehingga NS3 = NS2, maka:
    S*NS3 + R*NR3 = (S+R)*NC3
    41*NS3 + 91*NR3 = (41 + 91)*NC3
    41*NS3 + 91*NR3 = 132*0,3106
    41*NS3 + 91*NR3 = 40,9992

    Selanjutnya kita cari output putaran clutch 2nd (NS2), diketahui teeth sun gear = 47, teeth ring gear = 93, ring gear ditahan sehingga NR2 = 0, carrier clutch 2nd satu sumbu dengan ring gear clutch 3rd, sehingga NC2 = NR3, maka:
    S*NS2 + R*NR2 = (S+R)*NC2
    47*NS2 + 93*0 = (47 + 93)*NC2
    47*NS2 = 140*NC2, atau
    140*NC2 = 47*NS2
    NC2 = 47*NS2 : 140
    NC2 = 0,3357 NS2
    Selanjutnya kita substitusikan dengan hasil pada clutch 3rd, yaitu:
    41*NS3 + 91*NR3 = 40,9992, karena NS3 = NS2 dan NR3 = NC2, maka:
    41*NS2 + 91*NC2 = 40,9992
    41*NS2 + 91*(0,3357 NS2) = 40,9992
    41*NS2 + 30,5487*NS2 = 40,9992
    71,5487*NS2 = 40,9992
    NS2 = 40,9992 : 71,5487
    NS2 = 0,5730 putaran

    Sehingga speed reduction ratio untuk speed F2 menjadi, putaran input : putaran output = 1 : 0,5730 = 1,745 (terbukti).

    Bagaimana untuk speed reduction ratio F3 dan speed reduction ratio R1, R2 dan R3 ?
    Silahkan dilanjutkan untuk membuktikannya sendiri dengan contoh seperti yang sudah dijelaskan diatas. Apabila masih ada yang kurang jelas silahkan tuangkan pertanyaan pada kolom komentar.
    Demikian contoh perhitungan speed reduction ratio Komatsu D375A-5, semoga bermanfaat.
    Terima kasih.

    Sunday, 16 October 2011

    Hubungan antara Work, Torque dan Power

    Catatan piper comex kali ini membahas mengenai hubungan antara Work, Torque dan Power atau hubungan antara Kerja (usaha), Torsi dan Tenaga.
    Hubungan tersebut dapat digambarkan dengan beberapa persamaan rumus sebagai berikut:

    (1) - - - - Work = Force * Distance ----> W = F * D

    Dari rumus tersebut dapat didefinisikan, bahwa kerja atau usaha (W) adalah gaya (F) yang digunakan untuk memindahkan suatu benda dalam jarak (D) tertentu.

    (2) - - - - Torque = Force * Length - - - > T = F * L --- > F = T : L

    Dari rumus tersebut dapat didefinisikan, bahwa torsi (T) adalah perkalian antara gaya (F) dengan panjang lengan (L) terhadap sumbunya, atau dapat juga didefinisikan bahwa, gaya (F) adalah perbandingan antara torsi (T) terhadap panjang lengan nya (L).

    (3) - - - - Power = Work / Time - - - > P = W / t - - - > P = F * D / t

    Dari rumus tersebut dapat didefinisikan, bahwa tenaga (P) adalah suatu nilai kerja (W) dalam kurun waktu (t) tertentu, atau dapat juga didefinisikan bahwa, tenaga (P) adalah hasil dari gaya (F) yang diperlukan untuk memindahkan suatu benda dalam jarak (D) tertentu per satuan waktu (t).

    Pada komponen engine, tenaga dinyatakan dengan satuan tenaga kuda (horsepower). Dan tenaga pada engine ditandai dengan adanya torque dan kecepatan, sehingga:

    (4) - - - - P (horsepower) = Torque * kecepatan - - - > P = T * S

    Kecepatan (S) dalam hal ini adalah kecepatan putar. Jika kecepatan pada umumnya adalah suatu jarak yang ditempuh dalam suatu satuan waktu, yang dinyatakan dalam km/jam atau m/detik, maka satuan kecepatan putar adalah putaran per menit (put/mnt), atau revolution per menit (rpm). Rpm tersebut harus dirubah menjadi satuan yang menyatakan jarak/waktu, untuk itu digunakan satuan yang dinamakan "radian".

    Satu radian adalah suatu jarak yang ditempuh oleh sebuah titik dari suatu benda yang berputar sehingga jarak tersebut sama dengan jarak dari titik tersebut ke pusat putaran.
    Dalam satu putaran dapat ditempuh dengan 2 pi radian, maka rumus diatas dapat diubah menjadi:

    (5) - - - P = T * 2 pi * N - - -> dengan satuan kgm/menit.

    Karena kecepatan yang diperoleh pada engine dalam satuan rpm maka harus diubah menjadi satuan putaran per detik sehingga rumus tersebut menjadi:

    (6) - - - P = T * 2 pi * N / 60 - - -> satuannya sudah kgm/detik.

    Satuan tenaga engine yang umum digunakan adalah HP (horsepower) atau PS (pferde starke), dimana 1 HP = 76,04 kgm/detik dan 1 PS = 75 kgm/detik, maka rumus diatas dapat diubah menjadi:

    (7) - - - P = T * 2 pi * N / 60 * 76,04 - - -> satuannya menjadi HP

    (8) - - - P = T * 2 pi * N / 60 * 75 - - -> satuannya menjadi PS

    Contoh perhitungan dapat dilihat pada engine performance curve dibawah:

    Pada kurva diatas diketahui, rated power pada rated speed 1850 rpm adalah sekitar 180 PS.
    Ditanyakan berapakah nilai torque nya ?

    Jawab:
    Diketahui, rated power /P = 180 PS dan rated speed /N = 1850 rpm, maka:

    P = T * 2 pi * N / 60 * 75
    180 = T * 2 pi * N / 60 * 75
    180 = T * 6,28 * 1850 / 4500
    180 = T * 11.618 / 4500
    180 = T * 2,58
    T = 180 / 2,58
    T = 69,77 kgm

    Demikian hubungan antara work, torque dan power berikut contoh perhitungan nya. Semoga bermanfaat. Apabila masih ada yang kurang jelas silahkan tuangkan pertanyaan pada kolom komentar.

    Salam.

    Wednesday, 12 October 2011

    Engine Performance Curve

    Apa itu Engine Performance Curve?

    Engine performance curve adalah grafik yang menunjukkan kurva daya guna engine.

    Kurva apa saja yang terdapat pada engine performance curve?

    Engine Performance curve terdiri dari beberapa parameter, yaitu: Torsi engine (brake torque),  Horsepower engine (brake horse power), Fuel Consumption Ratio (rasio konsumsi bahan bakar), dan Engine Speed (kecepatan putar engine (rpm)).

    Bagaimana cara membaca engine performance curva?
    • Pembacaan kurva daya guna engine
    Gambar kurva di dibawah ini adalah salah satu contoh dari kurva daya guna engine(engine performance curve) yang dihasilkan dari pengetesan dengan menggunakan dynamometer pada pembebanan 100%. Kurva daya guna engine ini biasanya ditampilkan pada buku manual tiap-tiap tipe engine sebagai informasi bagi penggunanya. 


    Berikut penjelasan cara pembacaan kurva daya guna engine tersebut.

    Pada kurva tersebut terdapat beberapa sumbu, yaitu:
    • Sumbu horisontal: menunjukkan kecepatan putar engine (rpm).
    • Sumbu vertikal (kiri): menunjukkan brake horsepower (PS).
    • Sumbu vertikal (kanan atas): menunjukkan brake torque (kg.m).
    • Sumbu vertikal (kanan bawah): menunjukkan rasio konsumsi bahan bakar (g/PS.hr)
    Misalnya kita akan mencari berapa besarnya brake torque pada kecepatan putar engine 1800 rpm. Untuk mendapatkannya, dimulai dengan melihat skala pada sumbu horisontal, kemudian cari skala 1800 rpm. Setelah itu tarik garis ke atas hingga menyentuh kurva brake torque. Pada titik persinggungan tarik garis mendatar ke kiri sampai menyentuh garis sumbu vertikal dan akhirnya diketahui besarnya brake torque pada kecepatan putar 1800 rpm adalah 71 kg.m.

    Dengan cara yang sama, Anda dapat mengetahui pula besarnya rasio konsumsi bahan bakar dan horsepower engine tersebut yaitu sebesar 187 g/PS-hr dan 179 PS.

    Mari kita lihat lebih dalam lagi mengenali kurva daya guna engine di atas. Berikut ini akan dijelaskan masing-masing kurva yang ditampilkan pada kurva daya guna engine.
    • Kurva torsi engine (brake torque curve)
    Pada saat awal, torsi engine akan meningkat seiring dengan meningkatnya kecepatan putaran engine sampai mencapai titik maksimum (80 kg.m) pada 1.100 rpm. Jadi ketika kecepatan putar engine mencapai 1.100 rpm, maka dicapailah torsi engine maksimum 80 kg.m. sehingga pada spesifikasi engine akan tertulis: Maksimum torsi engine adalah 80 kg.m (pada 1.100 rpm).

    Kurva torsi engine akan mengalami penurunan tajam pada saat kecepatan putar engine mencapai 1.600 rpm. Hal ini disebabkan oleh sudah berfungsinya governor yang secara otomatis mengurangi jumlah bahan bakar yang diijeksikan ke ruang bakar untuk meningkatkan putaran engine.

    Pada gambar kurva diatas menunjukkan bahwa, Anda tidak perlu selalu menggunakan nilai torsi yang terdapat pada kurva torsi. Jika Anda ingin mengendarai kendaraan dengan torsi sebesar 60 kg.m pada kecepatan putar engine sebesar 1.500 rpm, maka yang perlu dilakukan adalah Anda cukup mengurangi jumlah suplai bahan bakar yang diinjeksikan ke dalam ruang bakar engine dan menurunkan kurva torsi-nya. Pengurangan bahan bakar tersebut dilakukan dengan cara mengatur posisi decelerator pedal atau fuel control lever.
    • Kurva brake horsepower
    Jika dilihat pada kurva daya guna engine di atas, maka akan terlihat bahwa brake horsepower engine akan meningkat secara drastis seiring dengan meningkatnya kecepatan putar engine. Pada saat kecepatan putar engine mencapai 1.600 rpm governor berfungsi dan peningkatan brake horsepower-nya akan mengalami perlambatan, tidak sedrastis sebelumnya. Pada saat kecepatan putar engine mencapai 1.850 rpm, akan dicapai brake horsepower maksimum pada engine, yaitu sebesar 180 PS, dan kemudian akan mengalami penuruanan tajam. Brake horsepower maksimum tersebut dinamakan rated horsepower dan kecepatannya disebut dengan rated speed. Sehingga pada spesifikasi engine akan tertulis:
    Rated horsepower : 180 PS
    Rated speed: 1.850 rpm
    • Fuel consumption ratio
    Pada kurva ini terdapat penurunan yang paling rendah pada angka 185 g/PS-h, kemudian mengalami kenaikan. Pada saat governor mulai berfungsi pada kecepatan putar engine tinggi, kurva konsumsi bahan bakar akan mengalami penurunan lagi dan kemudian akan naik tajam sampai akhir.


    Rasio konsumsi bahan bakar yang dicantumkan pada spesifikasi engine merupakan konsumsi bahan bakar terendah engine tersebut, yaitu sebesar 185 g/PS-h.

    Pada kurva di atas dikatakan bahwa ratio konsumsi bahan bakar untuk engine tersebut adalah 185 gram per PS per jam-nya, namun pada kenyataannya jika kita membicarakan konsumsi bahan bakar lebih mengacu pada satuan liter dari pada gram. Masalah ini dapat di atasi dengan perhitungan berikut ini asal berat jenis dan rasio konsumsi bahan bakar dalam satuan g/PS-hr sudah diketahui dengan pasti.

    Formula di atas diaplikasikan pada alat yang bekerja dengan beban 100% (teoritis), pada kenyataannya alat akan digunakan dibawah beban 100% karena adanya load faktor (faktor beban), Load faktor sangat dipengaruhi oleh beberapa kondisi, diantaranya:

    1. Medan operasi dari alat. Alat yang beroperasi dilokasi mendatar akan lebih irit dibandingkan dengan alat yang beroperasi dilokasi yang naik-turun.
    2. Beban muatan dari alat. Alat yang diberi muatan beban lebih banyak (lebih berat) akan lebih boros fuel dibandingkan dengan alat yang diberi muatan sedikit (lebih ringan).
    3. Perilaku operator/ driver.
    4. Kondisi dari engine itu sendiri.
    5. Dll.

    Untuk menentukan load factor tersebut , sebagai pedoman kasar dapat menggunakan acuan berikut:

    Beban ringan : B x 0,35
    Beban seclang : B x 0,60
    Beban berat : B x 0,80

    Demikian penjelasan mengenai engine performance curve. Pada kesempatan berikutnya piper comex akan membahas contoh perhitungan "Fuel consumption ratio".
    Terima kasih.

    Monday, 10 October 2011

    Istilah-Istilah Horse Power

    Berikut ini penjelasan mengenai beberapa istilah-istilah yang digunakan dalam spesifikasi engine yang piper comex catat dari beberapa sumber.

    • Indicated horsepower (tenaga kuda indikator)
    Indicated horsepower merupakan suatu tenaga yang diterima oleh piston, dimana tenaga tersebut berasal dari tekanan gas pembakaran bahan bakar didalam ruang bakar engine. Dalam hal ini tekanan pembakaran diruang bakar diukurnuntuk dijadikan sebagai indikator. Indicated horsepower didapat dari diagram indicator seperti gambar dibawah.
    Diagram indikator sering juga disebut dengan diagram P-V. pada diagram tersebut daerah yang diarsir (A) merupakan daerah kerja efektif dari sebuah engine dan daerah yang diarsir (B) merupakan daerah kerja yang hilang. Pada diagram tersebut kerja yang dihasilkan merupakan hasil dari tekanan gas pembakaran dalam 1 (satu) kali siklus (langkah hisap, langkah kompresi, langkah ekspansi, dan langkah buang).

    • Loss horsepower (tenaga kuda yang hilang)
    Sebagian dari horsepower yang dihasilkan dari pembakaran bahan bakar didalam ruang bakar digunakan untuk mengatasi gesekan-gesekan yang terjadi pada saat engine tersebut bekerja. Horsepower tersebut dinamakan loss horsepower atau friction horsepower.
    Selain itu sebagian horsepower yang dihasilkan juga digunakan untuk menggerakkan komponen-komponen tambahan pada engine (seperti: pompa injeksi bahan bakar, pompa air pada sistem pendinginan, pompa oli pada sistem pelumasan, generator pada sistem elektrik) yang digunakan untuk mengoperasikan engine. Horsepower ini dinamakan dengan auxiliary parts drive horsepower.

    • Shaft horsepower (Brake horsepower)
    Shaft horsepower atau brake horsepower adalah Horsepower pada engine yang didapat dengan mengurangkan horsepower yang hilang (loss horsepower) dari indicated horsepower (tenaga kuda indikator) yang dibangkitkan pada bagian atas dari piston dapat digunakan secara efektif. Horsepower tersebut dinamakan dengan brake horsepower (tenaga kuda rem) atau shaft horsepower (tenaga kuda poros). Shaft horsepower (brake horsepower) = indicated horsepower - loss horsepower.

    • Corrected shaft horsepower
    Horsepower dari sebuah engine sangat tergantung dari kondisi udara yang dihisap selama beroperasi. Jika sebuah engine dioperasikan pada daerah yang memilki tekanan atmosfir tinggi, temperatur udara sekitar yang rendah, dan kondisi kelembaban udaranya rendah, maka tenaga yang dihasilkan oleh engine tersebut akan cukup besar sebab kandungan oksigen yang dihisap lebih banyak.
    Dari keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa ketika kondisi cuaca berubah secara terus menerus maka kondisi horsepower-pun juga akan ikut berubah secara terus menerus mengikuti perubahan kondisi cuaca.
    Dengan alasan di atas, maka shaft horsepower harus diukur dengan menggunakan metode dan kondisi cuaca yang spesifik (tekanan atmosfir, temperatur, kelembaban). Hasil pengukuran tersebut yang dinamakan dengan corrected shaft horsepower dan hal ini digunakan untuk mengindikasikan suatu daya guna engine (engine performance). Hal yang sama juga berlaku untuk pengukuran torsi engine (brake torque) ketika dibutuhkan untuk mengindikasikan daya guna engine.
    Pada ]IS (Japanese Industrial Standards), tekanan atmosfir sebesar 760 mmHG, temperatur udara sebesar 20°C, dan kelembaban 65% digunakan sebagai kondisi standar untuk melakukan pengukuran corrected shaft horsepower.

    Demikian semoga bermanfaat, apabila ada yang kurang jelas silahkan tuangkan pertanyaan pada kolom komentar.


    Monday, 3 October 2011

    Apa Itu Preload Bearing

    Catatan piper comex kali ini membahas technical terminology mechanic mengenai Apa itu preload bearing. Preload sendiri apabila diterjemahkan secara kasar, artinya adalah beban awal sehingga preload bearing dapat diartikan sebagai beban awal yang sengaja diberikan kepada bearing (taper roller) agar roller mendapat beban yang sesuai dengan cara di-adjust clearance-nya (negative clearance) sehingga tidak memiliki internal axial clearance.

    Tujuan diberikannya preload pada bearing adalah:
    • Untuk mendapatkan posisi shaft yang presisi dalam arah radial maupun axial dan meningkatkan putaran yang presisi pada waktu bersamaan.
    • Meningkatkan kekakuan dari bearing (rigidity).
    • Mencegah timbulnya getaran atau abnormal noise yang dibangkitkan oleh getaran shaft.
    • Untuk membatasi perubahan sliding dan putaran sliding dari bagian yang berputar.
    • Mencegah gerakan berputar sliding dari roller.
    • Untuk mengontrol posisi yang tepat dari roller terhadap ring-nya.
    Dengan adanya preload tersebut harapannya adalah umur bearing menjadi lama.


    Tools yang biasa digunakan untuk mengukur preload bearing adalah:
    • Push-pull scale
    • Spring balance (pocket balance)
    • Torque wrench
    • Micro meter
    Metode atau cara pengukuran dari preload bearing disesuaikan dengan posisi dan bentuk dari komponen yang akan diukur. Metode yang biasa digunakan antara lain:
    • Starting force (tangential force)
    • Starting torque
    • Deflection force
    • Rotating torque
    Metode starting force dapat dilakukan dengan menggunakan tool push-pull scale atau spring balance dengan satuan ukur " Kg.", contohnya seperti dibawah ini:

    Metode starting torque dapat dilakukan dengan tool torque wrench dengan satuan "kg.m". Biasanya untuk komponen yang memiliki shaft, seperti bevel pinion differential. Contohnya seperti dibawah ini:


    Metode deflection force dapat dilakukan dengan tool micro meter yang pasang pada suatu alat kusus dengan satuan ukur "mm", seperti contoh dibawah ini:

    Metode rotating torque dapat dilakukan dengan tool torque wrench sama seperti metode starting torque, metode ini biasanya digunakan pada komponen axle yang besar, yaitu dengan cara mengencangkan bolt pengikat "retainer" bearing, yaitu komponen yang nantinya menahan bearing inner race dengan "shim" yang sudah ditentukan ketebalannya.
    Caranya, bolt pengikat retainer di torque sesuai spesifikasi "sambil memutar" hub axle beberapa kali. Setelah torque tercapai, ukur ketebalan shim yang dibutuhkan kemudian retainer dilepas dan dipasang kembali dengan shim yang sudah diketahui tebalnya. Contohnya seperti gambar dibawah ini:

    Demikian pembahasan mengenai apa itu preload bearing yang sudah piper comex sampaikan, apabila masih ada yang kurang jelas atau masih bingung, silahkan sampaikan pertanyaan pada kolom komentar.

    Sunday, 2 October 2011

    Apa Itu Cetane Number

    Catatan piper comex kali ini akan membahas mengenai apa itu cetane number, atau biasa disebut bilangan setana. Cetane number (bilangan setana) adalah suatu indeks yang biasa digunakan bagi bahan bakan motor diesel, untuk menunjukkan tingkat kepekaannya terhadap detonasi (ledakan). Bahan bakar dengan bilangan setana yang tinggi akan mudah berdetonasi pada motor diesel.
    Bilangan setana bahan bakar ringan untuk motor diesel putaran tinggi berkisar diantara 40 sampai 60.

    Bilangan setana bukan untuk menyatakan kualitas dari bahan bakar diesel, tetapi bilangan yang dipakai untuk menyatakan kualitas dari penyalaan bahan bakar diesel atau ukuran untuk menyatakan keterlambatan pengapian dari bahan bakar itu sendiri. Ini adalah periode waktu antara awal injeksi dan mulai pembakaran (ignition) dari bahan bakar. Dalam mesin diesel tertentu, bahan bakar dengan cetane yang lebih tinggi akan memiliki periode penundaan pengapian lebih pendek daripada bahan bakar dengan cetane yang lebih rendah.

    * Cetane number bukan satu-satunya yang dipertimbangkan ketika mengevaluasi kualitas dari bahan bakar diesel. API gravity, BTU konten, rentang destilasi, kandungan sulfur, stabilitas dan titik nyala juga sangat penting. Dalam cuaca dingin, lembab dan suhu lingkungan yang rendah Cetane number mungkin dapat menjadi faktor kritis.

    Mungkin ini dulu yang bisa piper comex bahas mengenai apa itu cetane number, walaupun cuma sedikit harapan nya bisa menambah wawasan para mekanik.

    Popular Posts

    Powered by Blogger.